Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyerahkan waktu pembayaran utang pemerintah ke IMF kepada Bank Indonesia menyusul pernyataan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) bahwa pemerintah tidak perlu mempercepat pembayaran utang kepada JBIC. "Jadwal pembayaran utang IMF diserahkan ke BI karena BI bertugas menjaga kecukupan cadangan devisa, tapi pemerintah kemarin sudah menerima kopi (surat pernyataan-red) dari JBIC bahwa JBIC tidak ada masalah (dengan tidak dipercepatnya pembayaran utang pada JBIC," kata Menko Perekonomian, Boediono di Gedung Depkeu, Jakarta, Jumat. Dengan demikian, jelasnya, tidak ada lagi komplikasi di APBN. Sedangkan Deputi Gubernur BI, Aslim Tadjuddin mengatakan, jika memang pernyataan bahwa JBIC tidak mempermasalahkan percepatan utang pada IMF sudah diterima, maka BI akan menerbitkan five-day notice kepada IMF, yang berisi rencana realisasi pembayaran utang oleh pemerintah Indonesia Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa utang pemerintah ke IMF sebesar 7,8 miliar dolar AS (per 31 Mei) bersifat paralel dengan utang pemerintah di JBIC yang berjumlah 780 juta dolar AS sehingga jika pemerintah ingin mempercepat pelunasan utang pada IMF, pemerintah juga harus mempercepat pelunasan utang pada JBIC. Hal itu, kata Menkeu, akan dapat menimbulkan masalah karena pemerintah tidak punya anggaran untuk percepatan utang JBIC dalam APBN yang sebenarnya jatuh tempo pada 2010. Sedangkan, Gubernur BI Burhanuddin Abdullah mengatakan, dengan kondisi cadangan devisa saat ini yang mencapai sekitar 44 miliar dolar AS, utang kepada IMF yang disimpan di BI sebagai cadangan devisa akan bisa dilunasi 50 persennya pada Juni 2006. Bahkan, lanjut Burhan, pembayaran 50 persen sisanya juga dapat dilakukan pada akhir tahun 2006 ini seandainya cadangan devisa tetap cukup untuk tiga bulan impor serta pembayaran cicilan dan bunga utang. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006