Medan (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menghentikan penuntutan empat perkara dari Kejari Simalungun dan Kejari Tobasa dengan pendekatan restoratif atau restorative justice (RJ).

"Sebelumnya, ekspose perkara disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya, Senin (26/6)," kata Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan di Medan, Selasa.

Ia mengatakan perkara yang diajukan dari Kejari Simalungun dengan tersangka Riski Maulana melanggar Pasal 374 KUHP subsider Pasal 372 KUHP, tersangka Janelson Purba alias Degal melanggar Pasal 310 ayat (1) KUHP atau kedua Pasal 311 KUHP dan atas tersangka Juliana Br Sipayung melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.

"Perkara lainnya adalah dari Kejari Tobasa atas nama tersangka Nelson Charles Pakpahan melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP," kata Yos A Tarigan.

Dia mengatakan empat perkara ini disetujui untuk dihentikan perkaranya dengan pendekatan RJ berpedoman pada peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

"Selain itu, antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan berdamai, kemudian tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," tutur Yos.

Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing Kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya.

"RJ yang dilakukan ini antara tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan keadaan semula," ucapnya.
 

Pewarta: M. Sahbainy Nasution
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2023