Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah sesuai instruksi DPR-RI telah membentuk tim independen untuk memeriksa semburan gas dan lumpur panas di area pengeboran Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. "Kita langsung tunjuk tim usai pertemuan dengan DPR pada Senin lalu (12/6) sekarang mereka sudah bekerja," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Jumat. "Memang sudah ada beberapa kesimpulan awal yang didapat di lapangan. Tapi masih harus dipastikan dulu melalui tim independen, kita beri waktu dua minggu," katanya. Tapi, kata Purnomo, kelihatannya semburan liar itu belum bisa mati dalam waktu satu sampai dua hari. Jadi waktunya memang panjang. Semburan liar itu kita duga semetara ini terjadi karena lapisan di dalam tanah yang memang memiliki tekanan cukup tinggi untuk menyemburkan lumpur panas sampai permukaan. Mengenai kemungkinan imbas gempa Yogyakarta, Purnomo mengakui, memang ada beberapa alternatif penyebab kejadian, ada yang mengatakan itu dampak gempa 27 Mei atau memang itu karena disebabkan pengeboran sumur Lapindo. Kemungkinan terjadi kelalaian, Purnomo mengatakan, sampai sekarang belum menyatakan itu, karena sebaiknya yang menyampaikan tim independen. "Yang terutama penting sekarang bagaimana mematikan semburan liar itu," tambahnya. "Dugaan sementara semburan liar itu terjadi di kedalaman 6.000 kaki. Itu yang harus kita selesaikan. Dan itu perjalananannya bisa cukup panjang. Kalau itu benar maka kita harus memasukkan drilling rig untuk kemudian melakukan rehabilitasi lapisan yang kedap ini," jelasnya. Ditanyakan sanksi kalau Lapindo salah, dia menyerahkan kepada peraturan yang ada. "Ya kan ada aturan hukum yang berlaku seperti misalnya undang-undang lingkungan. Kemudian ada juga UU Migas, aturan-aturan itu yang nanti kita lihat," ujarnya. Kalau dalam UU Migas itu dalam turunannya dilihat apakah itu sudah sesuai dengan desainnya. Karena dalam UU sendiri tidak diperinci tapi ada aturan-aturan di bawahnya. Dalam pengeboran ada UKL, UPL, paparnya. Ditanya kelemahan BP Migas sebagai manajemen KPS, Purnomo mengatakan, belum sampai ke sana. Kita ingin liat lebih jauh lagi. Nanti kita arrange waktu kita akan koordinasi dengan gubernur. "Yang kita fokuskan sekarang ada tiga, satu adalah bagaimana sekarang membuat perencanaan untuk mematikan semburan liar ini, sekarang ini yang tidak gampang dan itu mungkin cukup lama karena tanahnya lembek," katanya. Ada beberapa kemungkinan, kata dia, mengebor di sebelahnya atau masuk ke sumur yang sudah ada sekarang, kemudian dibor lagi, dibuka kemudian di-repair tapi kemungkinan itu baru akan ada rapat koordinasi karena memang beberapa hari ini konsentrasinya kepada masalah penanganan penduduk. "Saya kira sudah baik, karena Sakorlak yang diketuai Gubernur dan Satlak yang diketuai Bupati itu jalan. Tolong bedakan antara ini dengan bencana nasional, kalau bencana nasional itu memang pemerintah pusat, misalnya di yogya. Kalau ini pembiayaan ya Lapindo Brantas, dan itu sesuai petunjuk Presiden," tegasnya. Diperkirakan sumur itu sudah masuk kedalaman 9000 kaki, kemudian terjadi stagnan di kedalaman 4.000-an padahal pada waktu pengeboran itu menembus lapisan-lapisan yang diduga memiliki tekanan tinggi. Mengenai kebutuhan waktu satu bulan, "Itu masih, karena gini, kita ke sana masukkan rig, ini tergantung dengan lokasinya, lokasinya masih lembek, jadi sekarang bagi kami selaku departemen teknis bagaimana sumur ini bisa kita matikan dengan cepat, jadi tergantung nanti di lapangan," paparnya. "Sulit untuk dikatakan berapa lama, bisa satu bulan atau dua bulan. Kejadian ini sebetulnya dalam petroleum engineering itu ada terjadi tapi yang sekarang ini terjadi di tempat yang banyak pemukimannya. Itu masalahnya. Dulu pernah terjadi di Prabumulih ketika saya jadi operation enginering yang menghantam lapisan yang bertekanan tinggi, dia nyembur," ujar Purnomo.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006