Mogadishu (ANTARA News) - Ribuan pendukung sebuah milisi muslim yang semakin berpengaruh hari Jumat memprotes campur tangan asing dalam permasalahan dalam negeri Somalia. Sedikitnya 7.000 demonstran berkumpul di Jalan Lenin, Mogadishu selatan, untuk memperotes rencana penempatan pasukan penjaga perdamaian Afrika yang akan membantu pemerintah sementara Somalia menegakkan hukum, dan untuk menentang dukungan AS bagi panglima-panglima perang. Rabu, parlemen sementara menyetujui penempatan pasukan penjaga perdamaian, karena khawatir akan serangan terhadap Baidoa, yang merupakan markas sementara parlemen itu dan pemerintah sementara yang sama-sama tidak memiliki kekuatan dan terhadap Presiden AS George W. Bush. Demonstran, pada hari kedua protes di jalan, mengatakan, parlemen telah dimanipulasi oleh negara-negara lain di kawasan itu, khususnya Ethiopia, yang mereka tuduh ingin menduduki negara mereka yang hancur akibat perang. Spanduk-spanduk yang dibawa demonstran antara lain bertuliskan, "Bush adalah penjahat perang yang membantai banyak orang", "Enyahlah bersama demokrasimu", "Kami memilih Islam sebagai bentuk kepemimpinan kami", "Parlemen kami dicalonkan oleh Ethiopia". "Kami tidak ingin pasukan asing karena tidak ada perlunya. Mereka tidak akan membuat perdamaian di Somalia karena mereka tidak pernah membuat perdamaian di mana pun di dunia," kata Abdul Kadir Ali Omar, wakil ketua pengadilan. Protes itu dilakukan ketika muslim garis keras mengkonsolidasikan kekuasaan mereka di daerah-daerah yang mereka kuasai di Somalia selatan, dengan memperoleh dukungan dari para tetua suku yang berpengaruh dan menyetujui perundingan perdamaian dengan pemerntah sementara. Awal pekan ini, negara-negara Afrika timur yang tergabung dalam Badan Pembangunan Antar-Pemerintah (IGAD), meminta Uganda dan Sudan bersiap-siap menempatkan pasukan sesegera mungkin, sementara PBB mengubah embargo senjata yang diberlakukannya pada 1992 terhadap Somalia agar pasukan penjaga perdamaian bisa membawa senjata ke negara itu. Namun, milisi-milisi muslim yang telah berjanji membunuh setiap prajurit penjaga perdamaian asing yang memasuki wilayah Somalia, menunjukkan sejumlah orang Somalia yang cedera ketika pasukan penjaga perdamaian PBB dan AS berusaha memulihkan perdamaian pada 1990-an. "Mereka (pasukan asing) menyerang dengan bengis warga sipil, dengan mengabaikan konvensi-konvensi yang mereka tulis sendiri, Pasukan penjagara perdamaian sangat tidak manusiawi, memberlakukan otoritas mereka sendiri terhadap rakyat Somalia dan membuat kami sangat menderita. Kami tidak membutuhkan mereka lagi," kata Ahmed Abdi, seorang korban. Somalia tidak memiliki pemerintah pusat yang efektif sejak Mohammed Siad Barre digulingkan dari kekuasaan pada 1991, membuka jalan bagi panglima-panglima perang untuk menguasai wilayah-wilayah negara itu dengan kejam, AFP melaporkan.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006