Jakarta (ANTARA) - Penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit sebagai strategi akselerasi pemerataan jumlah tenaga medis dan kesehatan didasari atas perencanaan nasional, kata pejabat di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

"Dokter spesialis salah satu masalah yang kami rasakan saat ini karena jumlahnya kurang," kata Direktur Pendayagunaan Tenaga Kesehatan dari Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Ana Kurniati pada Dialog Ngobrol Malam yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan RUU Kesehatan mengadopsi pilar kelima Transformasi Kesehatan yang berkaitan dengan pemerataan distribusi SDM kesehatan yang berkualitas.

Pemerintah menawarkan penyelenggaraan dokter spesialis di rumah sakit atau collage based specialist programme sebagai substansi dalam RUU Kesehatan.

Ia mengatakan mekanisme pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit dilaksanakan di fasilitas Rumah Sakit (RS) berdasarkan jenis dan jumlah dokter spesialis yang kurang di beberapa daerah.

Kegiatan itu diawali dengan melihat kebutuhan setiap kabupaten/kota melalui identifikasi bersama dinas kesehatan setempat untuk sesuai kebutuhan dokter spesialis yang seharusnya ada.

Baca juga: Kemenkes: RUU Kesehatan jamin biaya pendidikan spesialis terjangkau

"Perlu juga dilihat ketersediaan saat ini melalui identifikasi RS yang sudah tersedia di daerah, termasuk perlunya identifikasi RS yang sudah layak, terakreditasi, atau sarana prasarananya tersedia," katanya.

Selain itu Kemenkes juga melihat demografi dan epidemiologi di daerah sebagai basis proyeksi penyusunan rencana kebutuhan secara nasional.

Saat rencana nasional sudah siap, kata Ana, maka rekrutmen didasarkan pada kebutuhan yang tertuang di rencana nasional. Rekrutmen dilakukan oleh Komite Bersama di bawah kepemimpinan Kemenkes serta melibatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kolegium, dan RS yang jadi pengampu.

Penyelenggaraan pendidikan dilakukan di RS penyelenggara utama dan RS kabupaten/kota serta melibatkan RS yang menjadi asal peserta, karena nantinya peserta setelah selesai pendidikan akan ditempatkan kembali di RS pengusul.

"Harapannya, peserta yang ikut program ini akan diangkat sebagai pegawai dari RS yang membutuhkan sesuai rekrutmen awal," katanya.

Pelaksanaan pendidikan dokter spesialis pada tahap awal diberikan pembekalan di RS utama. Kemudian berlanjut pendidikan klinis di RS utama dan jejaring, serta pemagangan dan mandiri di RS daerah asal atau RS yang sepadan.

Beberapa ujian yang dilakukan seperti evaluasi kompetensi akademik lokal, evaluasi profesi lokal, dan evaluasi terpadu nasional.

Baca juga: Kemenkes buka 2.000 kuota beasiswa dokter spesialis di tahun ini

"Begitu lulus, pendayagunaannya diupayakan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di RS daerah asal," katanya.

Ana menjelaskan penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis RS merupakan strategi pemerintah untuk mengakselerasi jumlah dokter spesialis yang kurang di Indonesia tanpa menghilangkan pendidikan eksisting berbasis universitas.

"Disparitas pemenuhan dokter spesialis masih terjadi di seluruh wilayah Indonesia," katanya.

Ketersediaan dokter spesialis di Indonesia sebanyak 51.949 orang. Jumlah itu masih kurang sekitar 30.000 dokter spesialis jika dibandingkan target rasio 0,28 per 1.000 penduduk. 59 persen dokter spesialis saat ini berkumpul di Pulau Jawa.

Dengan kemampuan 92 fakultas kedokteran dengan 21 program pendidikan dokter spesialis, kata Ana, Indonesia masih membutuhkan waktu produksi selama 10 tahun untuk menghasilkan 3.000 lulusan.

"Jumlah lulusan dokter spesialis per tahun di Indonesia baru sekitar 2.700 lulusan per tahun," katanya.

Baca juga: Kemenkes paparkan konsep pendidikan kedokteran berbasis rumah sakit


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2023