Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah cq Departemen Pertanian mengusulkan tambahan subsidi pupuk tahun ini sekitar Rp1,881 triliun pada APBN-P 2006 untuk membantu kinerja industri pupuk yang menghadapi kesulitan cash flow dan peremajaan pabrik baru mengingat banyak pabrik pupuk telah berusia di atas 20 tahun. Hal itu dikemukakan Dirjen Tanaman Pangan Sutarto Alimuso di Jakarta, Senin, pada pembahasan subsidi pupuk dengan Komisi XI DPR-RI yang juga dihadiri Dirjen Industri Agro dan Kimia (IAK) Deperin Benny Wahyudi, serta jajaran direksi BUMN pupuk. "Kalau masih ada peluang dari APBN-P, kami mengusulkan agar ada perubahan pola subsidi dari subsidi gas ke subsidi harga," ujarnya. Ia mengusulkan agar subsidi harga untuk pupuk urea mulai diberlakukan pada September-Desember 2006 dengan kebutuhan dana sebesar Rp1,749 triliun. Selain itu, lanjut dia, Deptan juga mengusulkan agar ada tambahan pupuk urea bersubsidi sebesar 778.514 ton yang diminta 23 propinsi menyusul meningkatnya kebutuhan pupuk urea di sektor pangan. Menurut dia, bila tambahan pupuk urea bersubsidi itu disetujui, maka ada tambahan dana subsidi sebesar Rp357 miliar dengan subsidi gas atau Rp785 miliar bila disetujui mekanisme subsidi harga. Sampai saat ini pemerintah dan DPR masih sepakat bahwa dana subsidi pupuk tahun 2006 hanya sebesar Rp3,004 triliun yang terdiri dari subsidi urea sebesar Rp1,853 triliun, subsidi non urea Rp1,030 triliun, subsidi transportasi Rp100 miliar, dan dana pengawasan sebesar Rp20 miliar. Jumlah subsidi pupuk 2006 sebesar Rp3,004 triliun itu, kata Sutarto dihitung berdasarkan asumsi perhitungan subsidi urea melalui subsidi gas, dan subsidi pupun non urea berdasarkan subsidi harga, serta harga gas yang tetapkan pemerintah 1,3 dolar AS per mmbtu, kurs Rp9.900 per dolar AS, dan HET pupuk naik 10 persen. "Namun asumsi itu belum menghitung kenaikan harga BBM," ujarnya. Ditambahkan Dirjen IAK Deperin Benny Wahyudi, subsidi pupuk urea melalui subsidi harga gas tidak dapat menutup biaya produksi dan distribusi pupuk bersubsidi, sehingga produsen mengalami kerugian. Dirut PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Dadang H Kodri yang merupakan induk BUMN pupuk, mengatakan, kerugian tersebut telah menyebabkan sejumlah produsen pupuk tidak hanya, tidak mampu melakukan peremajaan, tapi juga terancam tidak mampu membayar gaji pegawai. "Yang paling berat adalah cash flow (arus kas). Ada kawan kita yang mungkin tidak mampu bayar lagi karyawannya pada bulan tertentu," ujarnya. Ditambahkan Direktur Pemasaran dan Keuangan PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) Tossin S mengatakan, harga jual pupuk urea ditambah subsidi dari pemerintah hanya Rp1,4 juta per ton, sedangkan biaya produksi mencapai Rp1,9 juta per ton. Kesimpulan dari pembahasan dengan Komisi XI DPR-RI sendiri menyebutkan pada dasarnya DPR tidak keberatan perubahan pola subsidi pupuk urea dari subsidi gas ke subsidi harga, namun hal itu akan dibahas lebih lanjut dengan Menteri Keuangan.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006