Jakarta (ANTARA News) - Ketangguhan para prajurit terletak kepada komando para pemimpinnya, ungkapan dalam bahasa Latin klasik "Ducis in consillio posita est virtus militum". Memimpin adalah menebar benih inspirasi, bukan sekedar memberi komando sana-sini, apalagi menutup pintu dialog.

Ingin langsung mengetahui penerapan ungkapan Latin itu dalam gelanggang sepak bola? Silakan cermati apa yang dilakoni pelatih merangkap manajer Barcelona, Francesc "Tito" Vilanova i Bay, yang lahir di di Bellcaire d`Emporda, Spanyol pada 17 September 1968. Dia Tito Vilanova.

Sebagai mandataris dalam urusan meracik taktik bagi El Barca, Tito Vilanova yang meniti karier perdana sebagai gelandang tengah itu mengetahui betul "gang-gang sempit" dari pernik menjadi arsitek sebuah klub besar di Liga Spanyol (La Liga).

Tidak ingin mengekor kepada nama besar Pep Guardiola - yang kini melatih Bayern Munich di Bundesliga di musim depan - Vilanova punya cara memimpin dengan menebar benih anyar bagi tampilan Blaugrana. Bukan sebatas memoles sana-sini, tetapi memberi sesuatu yang baru, yang nota bene telah berakar di sanubari El Barca.

Vilanova seakan bertanya, kalau saja "tiki-taka" terhapus dari Barcelona, lantas buat apa Barcelona? Rumus Vilanova dalam memimpin beraroma revolusioner, yakni keberadaan tiki-taka mengandaikan keberadaan unsur yang lain. Artinya, ia tidak memberangus unsur yang lama, tetapi justru menyempurnakan untuk menemukan yang baru.

Ini revolusi bergaya Vilanova. Guardiola menerapkan "tiki-taka", Vilanova menyempurnakan bahkan mempertajam daya gedor Messi dkk. dengan memeragakan umpan-umpan lambung langsung ke jantung pertahanan lawan (direct football).

Abrakadabra...gaya penampilan pasukan Barca cenderung lebih agresif, terus menekan lawan tanpa memberi ruang gerak kepada musuh.

Kini, revolusi Vilanova itu sejenak tersendat. Ia sedang menjalani perawatan di rumah sakit Memorial Sloan-Kettering di New York City untuk menjalani proses penyembuhan dari operasi kelenjar ludah. Ia diharapkan kembali sekurang-kurangnya pertengahan Maret 2013.

Ketidakhadiran Vilanova memunculkan krisis kepemimpinan di kubu Barcelona. Seakan memenuhi ungkapan pujangga Ovidius, "dulcia non meruit, qui non gustavit amara" (yang tidak pernah mengecap kepahitan, tidak akan dapat pula menikmati kemanisan", maka Vilanova mengetahui bahwa Barca sedang melewati masa-masa penuh kepahitan.

Kekalahan beruntun dalam tiga laga krusial, yakni melawan AC Milan di Liga Champions, menghadapi Real Madrid di Piala Raja dan La Liga, membuat bahtera kepemimpinan Barca mengalami disorientasi, yakni kehilangan motivasi bertanding.

Barca babak belur. Setakat dengan penegasan itu, tercetus pertanyaan, apakah Barca yang kini dibesut oleh Jordi Roura tidak lagi sehebat ketika ditangani Vilanova?

Roura menanggung beban berat. Sehari sebelum berangkat ke Madrid, ia tampak gusar ketika bertelpon ke Vilanova. Ia tengah melewati masa sulit dengan menggantikan posisi Vilanova.

Barca bagaikan kapal Titanic yang tengah karam. Imbas dari ketiadaan kepemimpinan, salah satunya kepada penampilan Lionel Messi yang tengah mengalami masa-masa sulit. Tembakan-tembakannya kerap gagal menembus gawang lawan, apalagi jika pemain asal Argentina itu menghadapi tembok pertahanan lini belakang yang ekstra kokoh.

Bicara sisi inspiratif dari kepemimpinan Vilanova, jangan lupa bahwa sungguh tidak peka bila bayang-bayang kebangkrutan penampilan Barcelona dibebankan hanya oleh ketidakhadiran Vilanova yang justru masih bertarung dengan derita kankernya.

Ia seakan-akan dipaksa untuk merasa bersalah. Siapa sih di dunia ini yang ingin menderita sakit, apalagi mengalami kanker?

Absurd juga bila menyatakan bahwa tanpa kehadiran pelatih, maka roda mesin Barcelona bisa melaju untuk melibas setiap lawan. Seluruh pendukung Barca bersama dengan media tentu menghormati kehidupan pribadi Vilanova.

Vilanova masih menjalin kontak secara intensif dengan Roura. Ia mengikuti dengan seksama setiap laga dan setiap sesi latihan anak buahnya.

Ia bahu-membahu memberi masukan teknis dan memoles fisik pemain bersama Roura dan pelatih fisik Aurelia Altimira. Mereka berdiskusi lewat jaringan Skype selama pertandingan, bahkan ia mengirim pesan lewat WhatsApp.

Pertemuan-pertemuan tim digelar seperti layaknya hadir di Bernabeu lewat video conference. "Segala sesuatunya didiskusikan dan disetujui oleh Tito," kata Roura.

Hanya saja Roura tidak memiliki karisma yang dimiliki Vilanova. Memimpin, tidak lagi sekedar menyertai anak buah, tetapi mengajak dialog mereka yang dipimpin.

Hanya mereka yang punya otoritas pribadi mumpuni, yang mampu memimpin anak buahnya. Inilah memimpin yang menginspirasi gaya Vilanova di Barcelona. "Saya tidak punya otoritas itu meski saya punya otonomi sebagai pelatih. Saya hanyalah asisten pelatih," kata Roura.

Bagaimana pemain merespons ketidakhadiran Vilanova? Javier Mascehrano menjawab, "Pelatih kami tidak berada di New York untuk berlibur."

Artinya, Vilanova tidak sebatas absen, tetapi ia menjelaskan secara argumentatif alasan ia tidak hadir. Inilah salah satu rumus dialog, yakni memberi argumentasi.

Kata Presiden Barcelona, Sandro Rosell, "Kami memang sedang menghadapi masalah untuk sementara waktu. Tentu saja kami kehilangan dia (Vilanova) karena dia pemimpin kami".

Artinya, Barcelona memprioritaskan Vilanova, bukan justru sebaliknya. Inilah pemimpin yang inspiratif, yakni tahu membedakan antara mana yang prioritas, dengan mana yang bukan prioritas.

"Yang penting sekarang, berusaha agar dia cepat sembuh. Kami tidak akan bertanya apapun kepada dia soal pekerjaan. Kami hanya ingin menyertai dia manakala dia menderita sakit. Kesehatan Tito adalah prioritas, yang lain nomor dua. Tito pelatih kami, tidak ada yang lain. Bagi kami, musim kompetisi berjalan oke manakala Tito bisa pulih dari sakit," kata Rosell.

Pernyataan bahwa memimpin adalah menginspirasi, di mata Vilanova yakni memberi dan memberi. Ia telah lebih dulu memberi buat Barcelona, bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk kepentingan tim. "Dia pelatih kami...," kata Rosell menegaskan.

Gaya kepemimpinan Vilanova teruji lantaran Barcelona berada dalam posisi yang kurang menguntungkan ketika menjamu AC Milan dalam leg kedua babak 16 besar Liga Champions di Camp Nou, pada Selasa (12/3) atau Rabu dini hari WIB.

Tidak ada kata lain, selain memenangi pertandingan itu dengan selisih tiga gol untuk menyabet tiket ke perempat final. Dan Vilanova berkata, selama aku masih bernapas, aku masih berpengharapan (Dum spiro, spero).
(A024)

Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2013