Pekanbaru (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Riau menyatakan mahalnya harga bawang di sejumlah pasar dalam negeri disebabkan terkontaminasi oleh hasil pertanian asing yang kemudian memonopoli harga.

"Satu hal yang harus dipahami, bahwa kebutuhan bawang di dalam negeri sangat besar mengingat produk pertanian satu ini telah menjadi bahan kebutuhan pokok yang wajib bagi masyarakat," kata Direktur YLKI Riau Sukardi Ali Zahar dihubungi Pekanbaru, Rabu.

Namun, kata dia, kebutuhan yang begitu besar tidak diimbangi dengan lahan pertanian yang masih relatif sempit sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan secara utuh.

Kondisi demikian, kata dia, kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang membuka peluang usaha di bidang impor khusus bahan kebutuhan pokok.

"Maka, didatangkan bawang-bawang dari berbagai negara penghasil seperti Birma, Thailand hingga Malaysia dan lainnya," kata dia.

Beberapa daerah termasuk Provinsi Riau, lanjutnya, bahkan telah ketergantungan dengan bawang impor tersebut.

Hal itu menurut dia dapat dilihat dari banyaknya bawang-bawang impor yang membanjiri sejumlah pasar tradisional yang ada di berbagai kabupaten dan kota termasuk Pekanbaru.

"Memang, disatu sisi masuknya bawang impor tersebut menguntungkan karena menurut hukum ekonominya, ketika pasokan berlimpah maka harga produk tersebut akan ikut melemah atau turun," katanya.

Namun, demikian Sukardi, jika hal ini terus dibiarkan tanpa ada pembatasan kuota untuk produk sembako impor, maka harga-harga bawang di pasar dalam negeri akan terkontaminasi dengan murahnya harga bawang yang merupakan hasil pertanian negara asing.

"Hasilnya, harga bawang hasil pertanian lokal kalah bersaing dengan bawang impor sehingga para petani berlahan melakukan alihfungsi lahannya," kata dia.

Kondisi tersebut menurut dia akan sangat merugikan masyarakat, terlebih ketika bawang impor tersebut justru tersendat pasokannya.

Akibatnya, kata dia, maka terjadi kenaikan harga bawang yang gila-gilaan seperti yang terjadi saat ini.

"Untuk itu, sebaiknya pemerintah tetap memakai pola kesejahteraan petani lokal untuk swasembada ragam produk sembako. Jangan ketergantungan dengan bahan kebutuhan pokok dari negara asing yang tentunya sangat merugikan," katanya.

Terlebih, demikian Sukardi, untuk kasus mahalnya harga bawang saat ini, harus menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi pemerintah untuk kedepannya memberikan ruang bagi para petani lokal untuk mampu bersaing dalam pasar internasional, bukan hanya bersaing di negeri sendiri.

"Apa yang kurang, negara ini begitu luas, tinggal bagaimana pemerintah memeta-metakan mana yang lahan khusus tanaman bawang dan mana yang lahan khusus tanaman kelapa sawit," katanya.

Menurut dia, jika diikuti terus kemauan sebagian masyarakat yang hanya mementingkan keuntungan sementara, justru menyulitkan negara ini dalam melepaskan diri dari produk-produk asing yang sebenarnya menjadi kebutuhan sampai mati oleh rakyat.

(KR-FZR/S025)

Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2013