Ankara (ANTARA) - Turki sedang mencari investasi dan bantuan asing untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) kedua dan ketiga mereka di tengah upayanya menyetop impor energi yang mahal, demikian disampaikan sejumlah pejabat.

Sejak terpilihnya kembali Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk masa jabatan ketiga pada akhir Mei lalu, beberapa pejabat tinggi melontarkan pernyataan tentang upaya Ankara untuk mewujudkan kemandirian energi.

Turki sedang melakukan kontak dengan Rusia dan Korea Selatan untuk PLTN kedua mereka yang telah direncanakan, serta dengan China untuk PLTN ketiganya, kata Salih Sari selaku kepala Infrastruktur Nuklir di Kementerian Energi Turkiye, dalam sebuah konferensi industri nuklir lokal pada akhir Juni lalu di Istanbul, demikian dilaporkan kantor berita semi-resmi Turki, Anadolu.

Negara itu berencana membangun PLTN kedua di Provinsi Sinop, Turki utara, dan PLTN ketiga di Provinsi Kirklareli, Turki barat laut, menurut Sari.
 
 


 "Kami bahkan telah melakukan survei lokasi untuk proyek PLTN keempat ... Turki membutuhkan 20 gigawatt kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir untuk tujuan iklim 2053-nya," kata pejabat di sektor energi itu. 

Sementara itu, Arif Akturk, pakar energi lainnya yang berbasis di Ankara, mengatakan bahwa kesulitan ekonomi Turki menjadi hambatan serius untuk investasi lebih lanjut di ladang gas lepas pantai.

PLTN pertama Turki, yang dibangun oleh perusahaan energi nuklir negara Rusia Rosatom di Provinsi Mersin, akan mulai beroperasi tahun depan. PLTN tersebut diharapkan dapat menyediakan sekitar 10 persen dari kebutuhan listrik negara itu ketika sudah beroperasi secara penuh.

Mithat Rende, seorang analis energi yang berbasis di Ankara, memperingatkan ketergantungan Turki pada Rusia di bidang energi meskipun volumenya mulai menurun dalam beberapa tahun terakhir, ketika Turki mencatatkan berbagai penemuan cadangan gas alam penting.

"Semua orang kini lebih berhati-hati. Tidak ada yang mau bergantung sepenuhnya pada satu sumber atau satu negara. Inilah mengapa sumber energi dalam negeri menjadi semakin penting," ungkap Rende.
 
   .


Sementara itu, Arif Akturk, pakar energi lainnya yang berbasis di Ankara, mengatakan bahwa kesulitan ekonomi Turkiye menjadi hambatan serius untuk investasi lebih lanjut di ladang gas lepas pantai.   

Alparslan Bayraktar, Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Turki yang baru, pada Minggu (9/7) mengatakan kepada wartawan bahwa Ankara juga bernegosiasi dengan Amerika Serikat dan Inggris untuk membangun fasilitas nuklir modular di Turki.

"Saat ini, kita mengimpor hampir 70 persen sumber energi primer. Turki 92 persen bergantung pada asing dalam hal minyak mentah. Kita mengimpor 99 persen gas alam," tutur Bayraktar, seperti dikutip harian Turki, Daily Sabah

"Agar lebih mandiri di sektor energi, investasi dalam jumlah besar harus dilakukan, tetapi mengingat keuangan Turkiye, ini menjadi tantangan," ujarnya.


 
   


Turki sedang mempertimbangkan untuk menginvestasikan 200 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.940) di sektor energi pada 2035, khususnya dalam energi terbarukan, seperti proyek tenaga angin dan surya, sebagai bagian dari tujuan negara itu untuk mencapai nol emisi pada 2053, menurut Bayraktar.


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2023