Banda Aceh (ANTARA News) - Pemerintah Jepang bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), OISCA - International, ingin mengembangkan biodisel dari tanaman jarak untuk kemandirian ekonomi masyarakat korban tsunami dan konflik di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Saya akan mengajak pemerintah dan pengusaha di Jepang untuk teknologi biodisel (GIS) dari tanaman jarak di Aceh karena sangat bermanfaat bagi kemandiri ekonomi masyarakat," kata Ketua Komisi Urusan Bantuan Luar Negeri Parlemen Jepang, Yoshiaki Harada, di Banda Aceh, Rabu. Keinginan tersebut juga telah disampaikan kepada Setda NAD yang mewakili Gubernur, Mustafa Abubakar, dalam pertemuannya di Banda Aceh Rabu (21/6), setelah Harada mengunjungi beberapa lokasi bekas terjangan tsunami, 26 Desember 2004. Menurut Harada, biodisel dari tanaman jarak dinilai sangat baik dikembangkan di Aceh, selain kondisi tanah yang sangat mendukung juga potensi pasarnya sangat besar. "Saya pikir, program biodisel dari tanaman jarak itu merupakan peluang bagi kemandirian ekonomi masyarakat di Aceh," tambahnya. Sementara itu, Ketua Kadinda NAD, H. Firmandez, yang diminta tanggapannya atas program biodisel dari tanaman jarak, menyambut gembira karena program jangka panjang akan sangat menguntungkan masyarakat di Aceh. Program tersebut bukan saja bantuan darurat, tetapi juga untuk jangka panjang hingga secara bertahap mengalihkan teknologi kepada masyarakat, baik mereka dari korban konflik maupun korban tsunami. "Kita menyambut gembira program biodisel dari tanaman jarak itu dikembangkan di Aceh," katanya. Selain itu, kata Firmandez yang juga Presiden Direktur OISCA International untuk Aceh, dalam pertemuan dengan kalangan pejabat eksekutif di Banda Aceh juga mengharapkan pentingnya mewaspadai bahaya penyakit flu burung. Walaupun penyakit itu belum termasuk parah di Aceh, namun pemerintah daerah perlu mewaspadainya agar masyarakat mampu mencegah secara lebih dini. Harada juga menghimbau pemerintah daerah di Aceh untuk lebih banyak mempublikasikan tentang potensi daerah serta situasi keamanan yang saat ini sudah sangat kondusif, setelah tercapainya perjanjian damai antara Pemerintah RI-GAM. "Sebab, hingga saat ini para investor internasional masih enggan menanamkan modalnya di Aceh karena kesannya daerah itu masih dilanda konflik," kata Yoshiaki Harada.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006