Bandung (ANTARA) -
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menyatakan Aplikasi Health Heores Nutrihunt yang digagas oleh instansinya bersama Kemenkes RI dan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia, bisa mempermudah warga, untuk mengecek nutrisi makanan lewat telepon pintar.

"Health Heroes Nutrihunt adalah aplikasi untuk memindai kandungan nutrisi makanan. Fungsi aplikasi ini untuk meningkatkan kesadaran bagi masyarakat khususnya remaja agar lebih peduli terhadap hak informasi makanan melalui pengecekan label pangan kemasan," Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Vini Adiani Dewi, disela-sela peluncuranAplikasi Health Heores Nutrihunt, di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat.
 
Vini mengatakan aplikasi ini juga diharapkan dapat mengedukasi para remaja untuk membiasakan membaca informasi gizi pada makanan.
 
Selain bisa melihat kandungan nutrisi, lanjut dia, masyarakat juga bisa ikut melaporkan kandungan nutrisi makanan kemasan.

Baca juga: Dinkes Jawa Barat rutin tes HIV pada kelompok rentan

Baca juga: Bupati: Masyarakat Karawang harus waspadai virus cacar monyet

 
"Ada ribuan, jadi di setiap ada tambahan bisa ditambahkan nanti dibantu oleh tim nanti akan terlihat isi kandungannya apa. Jadi karena semuanya masuk, jadi teman-teman bisa membantu kami dengan memasukkan nomor kode batangnya. Nanti kami bantu untuk memasukkan," katanya.
 
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja menuturkan, informasi tentang kandungan nutrisi dalam makanan sangat penting bagi masyarakat.

Bahkan, kata dia, di negara maju label kalori dan nutrisi wajib tercantum.
 
"Tujuannya itu adalah bahwa kita sebagai konsumen akan tahu persis bahwa kandungan dalam pangan itu apa. Jadi kalorinya berapa, kandungan lemak, karbohidrat, dan lain sebagainya. Dan itu di negara maju sesuatu yang diharuskan," kata Setiawan.
 
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 menunjukkan, terdapat 25,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 26,9 persen remaja usia 16-18 tahun memiliki status gizi pendek dan sangat pendek.
 
Sebanyak 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen remaja usia 16-18 tahun tergolong dengan kondisi kurus dan sangat kurus serta 3-4 dari 10 remaja menderita anemia.
 
Di sisi lain, prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0 persen pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5 persen pada remaja usia 16-18 tahun.
 
Salah satu faktor penyebab terjadinya tren kenaikan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas adalah buruknya pola makan remaja.
 
"Fenomena gizi ini sangat terkait juga dengan fenomena stunting sebetulnya. Alhamdulillah untuk di Jawa Barat ini, tadi saya sampaikan bahwa survei SSGI terakhir di tahun 2022, kita menurun kurang lebih di 4 persen, dari 24,5 persen menjadi 20 persen," kata Setiawan.
 
Setiawan menambahkan, selama ini masyarakat belum akrab dengan menghitung jumlah kalori dan kandungan nutrisi makanan.
 
"Oleh karena itu, kadang di label diharuskan gizi ini sekian cuman jarang dibaca karena kurang menarik, kurang besar karena hurufnya kecil-kecil. Sehingga dengan aplikasi ini kita bisa langsung scan kode batang, hasilnya langsung kelihatan ada gambar dan lainnya, kandungannya lengkap," ujar Setiawan.

Baca juga: Republik Ghana mereplikasi program imunisasi Pemprov Jabar

Baca juga: Dinkes Jabar gandeng Bio Farma terkait vaksin meningitis jamaah umrah

 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2023