Jakarta (ANTARA Newsntara) - Indonesia Corruption Watch yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah menghentikan proses pembahasan RUU Pemberantasan Perusakan Hutan karena isinya masih banyak kekurangan dan tidak transparan.

"Dari hasil analisis terhadap RUU ini, ternyata RUU ini banyak kekurangan, mulai dari prosesnya sampai isinya", kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan pembahasan RUU itu terkesan diam-diam sehingga kalangan masyarakat sipil baru mengetahui hal tersebut beberapa hari lalu. Padahal menurut dia RUU itu akan disahkan pada 2 April mendatang.

"Menurut informasi dari Panja RUU Pemberantasan Perusakan Hutan (RUU P2H) DPR RI, RUU P2H akan segera disahkan pada 2 April 2013," ujarnya.

Dia mengatakan perlu menyegerakan revisi UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang salah satunya untuk memperbaiki ketentuan yang berkaitan dengan tindak pidana bidang kehutanan.

Koordinator Program Pembaruan Hukum dan Resolusi Konflik Perkumpulan HuMa Siti Rakhma Mary mengatakan ada beberapa hal yang dipermasalahkan dalam RUU itu, seperti prosesnya tidak transparan.

Hal itu, menurut dia, karena tidak adanya keterlibatan publik, termasuk mekanisme konsultasi publik tidak diterapkan dalam RUU tersebut.

"Maksud dari dibuatnya RUU ini baik, tetapi ternyata ada beberapa hal yang meleset, dan membahayakan masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal jika RUU ini diterapkan," katanya.

Salah satu permasalahan dalam RUU itu mengenai penjelasan makna pembalakan liar yang hanya dipersepsikan sebagai penebangan kayu tanpa izin. Padahal menurut dia, seharusnya termasuk pemanfaatan hasil hutan kayu di luar kawasan izin, diluar target volume yang ditetapkan dalam izin, dan dalam radius tertentu dari kawasan yang dilindungi.

(I028/R010)

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2013