Yogyakarta, (ANTARA News) - Semua wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah yang terkena gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter pada 27 Mei lalu, mengalami anomali kondisi air tanah. "Indikasi dari kondisi itu adalah menuju ke arah kerusakan sumber daya air tanah di wilayah tersebut," kata pakar Geohidrologi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tjahjo N Adji di Yogyakarta, Kamis (22/6). Menurut dia, wilayah terkena gempa yang mengalami anomali kondisi air tanah itu antara lain Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Sleman, Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta, DIY, serta Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. "Hingga saat ini survei tentang anomali kondisi air tanah pascagempa di wilayah tersebut masih dilakukan oleh tim Posko Gempa Fakultas Geografi UGM," katanya. Ia mengemukakan, beberapa anomali kondisi air tanah pascagempa antara lain sumur kering, sumur bertambah airnya, fenomena artesian (sumur muncrat), kualitas air berubah, sumur keluar lumpur/tanah, sumur keruh, munculnya mata air baru, mata air yang berhenti mengalir, dan perubahan kedudukan elevasi sungai bawah tanah `karst`. "Selain memantau kerusakan pada sumber daya air tanah, Tim Posko Gempa Fakultas Geografi UGM juga memetakan munculnya daerah rawan bencana sekunder pascagempa di antaranya bahaya longsor dan erosi yang dikhawatirkan akan terjadi pada musim hujan mendatang," katanya. Ia mengatakan, setelah kejadian gempa di wilayah DIY dan Jawa Tengah banyak masukan dari masyarakat ke Posko Gempa Fakultas Geografi UGM. Atas dasar itu, posko segera menerjunkan tim ke lapangan untuk memantau adanya potensi kerusakan yang terjadi pada sumber daya air tanah di daerah yang terkena gempa. Upaya itu dilakukan atas pertimbangan sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah gempa menggantungkan pasokan air untuk keperluan domestik dari air tanah yang mereka peroleh secara langsung dari sumur gali. "Jika kerusakan yang terjadi tidak dapat diperbaiki, niscaya akan menambah penderitaan masyarakat korban gempa," katanya.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006