Kabul (ANTARA News) - Presiden Afghanistan Hamid Karzai akan pergi ke Qatar dalam beberapa hari ini untuk membahas negosiasi perdamaian dengan Taliban, demikian diumumkan Kementerian Luar Negeri Afghanistan, Minggu.

Langkah itu diambil ketika upaya-upaya ditingkatkan untuk mencari penyelesaian atas perang Afghanistan yang kini berada pada tahun ke-12, lapor Reuters.

Kepergian Karzai ke Qatar akan merupakan lawatan pertama presiden Afghanistan tersebut untuk membahas proses perdamaian Taliban di negara itu, dan dilakukan setelah kemacetan perundingan selama bertahun-tahun dengan AS, Pakistan dan Taliban.

Kunjungan itu akan mencakup pembicaraan mengenai pembentukan sebuah kantor politik Taliban di Doha, ibu kota Qatar.

"Lawatan presiden itu dilakukan atas undangan Emir Qatar dan akan mencakup pembahasan mengenai kerja sama timbal-balik dan proses perdamaian (Taliban)," kata juru bicara kementerian luar negeri Janan Mosazai pada jumpa pers, Minggu.

Karzai diperkirakan pergi ke Qatar dalam sepekan ini, kata seorang pejabat senior Afghanistan kepada Reuters.

Upaya-upaya telah ditingkatkan untuk mencari penyelesaian terunding atas perang di Afghanistan yang telah berlangsung selama lebih dari satu dasawarsa.

Karzai, yang akan melepaskan jabatannya setelah pemilihan umum April 2014, sebelumnya menuduh AS melakukan perundingan dengan Taliban tanpa melibatkan pemerintah Afghanistan. Tuduhan itu dibantah oleh AS dan sekutunya.

Presiden Afghanistan itu dikenal biasa melontarkan pernyataan-pernyataan spontan yang kata para pengecam sering menimbulkan ketegangan.

Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2013