Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang menetapkan suku bunga acuan BI tak berubah di level 5,75 persen.

“(Penetapan suku bunga tersebut) sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar,” ujar dia ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Ke depan, lanjut dia, ekspektasi laju inflasi tetap rendah dan yield obligasi pemerintah Indonesia masih pada tren menurun berkat penetapan suku bunga yang tidak berubah.

Berdasarkan risalah RDG BI, ada tiga pertimbangan yang menjadi alasan suku bunga 5,75 persen tetap dipertahankan. “Pertama laju inflasi yang terkendali, (lalu) menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dan terakhir mitigasi risiko ekonomi global,” kata Rully.

Selain itu, faktor lainnya adalah data Purchasing Managers Index (PMI) sektor jasa AS yang lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Data PMI yang disurvei oleh S&P untuk bulan Juli 2023 dirilis sebesar 52,4, lebih rendah dari ekspektasi sebesar 54,0.

Sentimen lain yang mempengaruhi penguatan rupiah adalah rencana stimulus ekonomi China melalui pengeluaran konsumsi masyarakat Negeri Tirai Bambu yang besar.

“Porsi konsumsi masyarakat China 38 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dibanding ekspor,” ungkapnya.

Pada penutupan perdagangan hari, rupiah mengalami penguatan sebesar 0,19 persen atau 28 poin menjadi Rp14.998 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.026 per dolar AS.

Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp14.993 per dolar AS hingga Rp15.015 per dolar AS.

Baca juga: BI kembali tahan suku bunga acuan di level 5,75 persen
Baca juga: IHSG ditutup menguat seiring BI tahan suku bunga acuan


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Ahmad Wijaya
COPYRIGHT © ANTARA 2023