Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai kekhawatiran investor Indonesia terkait potensi nada hawkish dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada malam nanti melemahkan nilai tukar rupiah.

“(Hal ini) terutama karena harga perumahan di Amerika Serikat (AS) masih cenderung menguat,” ujar Josua saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,16 persen atau 24 poin menjadi Rp15.022 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.998 per dolar AS.

Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp15.015 per dolar AS hingga Rp15.046 per dolar AS.

Selain rupiah, Chinese Yuan juga mengalami pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS. Adapun Thailand Baht dan Japanese Yen cenderung menguat.

Meski demikian, Josua memperkirakan The Fed akan cenderung memberikan sinyal yang less hawkish pada pertemuan mendatang melihat situasi dari kondisi inflasi perumahan di AS.

“Inflasi perumahan di AS merupakan kontributor utama dalam kenaikan inflasi di tahun 2023,” ucapnya.

Sementara itu, analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova mengatakan  pelemahan rupiah terhadap dolar AS hari ini dipengaruhi sikap pelaku pasar yang wait and see hasil FOMC nanti malam yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps).

Keputusan The Fed pada Juli akan diumumkan pada Rabu waktu setempat setelah pertemuan dua hari. Suku bunga acuan diperkirakan akan dinaikkan ke kisaran antara 5,25 persen dan 5,50 persen, tetapi para pedagang pasar uang terpecah atas kemungkinan kenaikan lain pada akhir tahun.

Baca juga: Rupiah tertekan karena sikap "wait and see" jelang keputusan The Fed

Baca juga: BI: Nilai tukar Rupiah lebih kuat dibanding negara lain

 

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Citro Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2023