Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengajak seluruh elemen bangsa untuk mewujudkan konsep welfare state atau negara kesejahteraan dengan berdasarkan Pancasila.
 

Pernyataan tersebut disampaikan Bamsoet saat menjadi pembicara kunci dalam Konferensi Nasional Studi Hukum Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, di kampus UPN Veteran Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan dalam keterangan tertulisnya, konsep tersebut pada awal kelahirannya di Eropa tumbuh dari pemikiran bahwa kebijakan pemerintah harus membahagiakan dan menyejahterakan banyak orang.

 

Di sisi lain, kata dia, founding fathers bangsa Indonesia juga telah mewariskan nilai dan gagasan negara kesejahteraan itu ke dalam Pancasila, khususnya sila kelima. Norma tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam batang tubuh atau pasal-pasal konstitusi.
 

"Misalnya, pasal 27 ayat (2) mengenai hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pasal 28 H mengenai hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan," ucapnya.
 

Kemudian, ia menjelaskan pasal 31 yang menjamin hak warga negara untuk memperoleh pendidikan. Selanjutnya, pasal 33 ayat (3) mengamanatkan agar sumber daya alam yang penting dan strategis dikuasai oleh negara, dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Baca juga: Bamsoet: Diperlukan aturan di level perundangan terkait distribusi CSR

Baca juga: Bamsoet dorong pemda optimalkan realisasi belanja APBD

 

"Serta pasal 34 mengatur tanggung jawab negara terhadap fakir miskin dan anak terlantar, pengembangan sistem jaminan sosial, serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak," imbuhnya.
 

Menurut Bamsoet, Indonesia mampu memenuhi persyaratan mewujudkan konsep negara kesejahteraan.

Pasalnya, kata Bamsoet, negara ini memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah, seperti nikel terbesar pertama dunia, batu bara terbesar ke-2 dunia, emas terbesar ke-6 dunia, tembaga terbesar ke-7 dunia, dan gas alam terbesar ke-13 dunia.

 

Namun, ia mengakui kekayaan alam tersebut belum mampu mewujudkan negara kesejahteraan karena angka kemiskinan masih tercatat ada di tengah melimpah-nya sumber daya Indonesia.
 

Ia menjelaskan, realisasi konsep negara kesejahteraan juga dapat diukur dengan 18 indikator, beberapa di antaranya adalah data pengeluaran per kapita, angka harapan hidup, persentase penduduk miskin, persentase rumah tangga yang mampu hidup layak, serta jumlah pengangguran terbuka.
 

Bamsoet kemudian menyoroti catatan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Indonesia (perkotaan dan perdesaan) sebesar Rp1,28 juta sebulan pada September 2021; dan angka harapan hidup pada 2022 mencapai 73,5 tahun.
 

Sementara itu, persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen, persentase rumah tangga yang memiliki akses hunian layak dan terjangkau sebesar 60,68 persen pada 2022, serta tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2022 mencapai 5,86 persen.
 

"Berdasarkan berbagai indikator tersebut, harus diakui bahwa konsep kesejahteraan yang dicita-citakan Pancasila dan Konstitusi kita masih belum sepenuhnya terpenuhi," kata dia.
 

Oleh karena itu, ia mendorong semua pihak untuk mewujudkan negara kesejahteraan dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
 

"Untuk mewujudkan negara kesejahteraan, sendi-sendi yang menopang sistem perekonomian dan sistem sosial harus terus menerus kita perkuat, kita lindungi, dan kita kembangkan," ucapnya.
 

Turut hadir sebagai narasumber, yakni Rektor UPN Veteran Jakarta Anter Venus; Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Narendra Jatna; Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang Rahayu Hartini; Dekan Fakultas Hukum Universiti Teknologi Mara Malaysia Madya Hartini; Guru Besar Hukum Tata Negara UPN Veteran Jakarta Wicipto Setiadi; serta Guru Besar Hukum Pidana UPN Veteran Jakarta Bambang Waluyo.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2023