Singapura (ANTARA) - Harga minyak tergelincir di perdagangan Asia pada Jumat sore, tetapi berada di jalur kenaikan selama lima minggu berturut-turut menyusul data ekonomi yang kuat di AS dan spekulasi atas langkah-langkah stimulus China dan pengurangan produksi OPEC+.

Minyak mentah berjangka Brent berkurang 29 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 83,95 dolar AS per barel pada pukul 06.00 GMT, tetapi berada di jalur untuk kenaikan mingguan sebesar 3,6 persen.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 27 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 79,82 dolar AS per barel, tetapi menuju kenaikan mingguan 3,6 persen.

Minyak naik di sesi sebelumnya karena laporan pendapatan yang kuat dan data yang menunjukkan ekonomi AS tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan pada kuartal kedua meredakan kekhawatiran tentang perlambatan global.

Baca juga: Minyak turun di awal perdagangan Asia tertekan kekhawatiran permintaan

Produk domestik bruto kuartal kedua AS tumbuh sebesar 2,4 persen, mengalahkan konsensus 1,8 persen, Departemen Perdagangan mengatakan Kamis (27/7/2023), mendukung pandangan Ketua Federal Reserve Jerome Powell bahwa ekonomi dapat mencapai apa yang disebut "soft landing."

Prospek langkah-langkah stimulus China lebih lanjut, khususnya di sektor properti yang kesulitan, juga telah memberikan beberapa dukungan terhadap harga minyak, menyusul pertemuan Politbiro - badan pembuat keputusan utama - pada Selasa (25/7/2023).

"Angka PDB kuartal kedua AS baru-baru ini dan data ekonomi lainnya (memberikan) validasi lebih lanjut untuk harapan soft landing dan (melukiskan) prospek permintaan minyak yang jauh lebih cerah," kata Jun Rong Yeap, ahli strategi pasar di IG di Singapura.

Pasar juga menantikan pertemuan komite pemantauan pasar berikutnya dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, pada 4 Agustus untuk pengumuman kelanjutan pengurangan produksi sukarela.

Baca juga: Minyak menetap di atas tertinggi April karena pasokan lebih ketat

"Kami terus memperkirakan kenaikan harga minyak hingga kuartal ketiga 2023, dan memperkirakan harga bertahan di atas 90 dolar AS per barel (Brent) kemungkinan akan diperlukan untuk melihat pelonggaran pemotongan pasokan minyak mentah sukarela OPEC atau Arab Saudi," kata Baden Moore, kepala komoditas dan strategi karbon di National Australia Bank.

Namun, kenaikan suku bunga baru-baru ini dari bank-bank sentral global yang berusaha untuk menjinakkan inflasi yang membandel telah menimbulkan pertanyaan tentang permintaan jangka panjang.

Pada Rabu (26/7/2023), Federal Reserve AS menerapkan kenaikan suku bunga 25 basis poin seperti yang diperkirakan secara luas, dan Bank Sentral Eropa mengikutinya pada Kamis (27/7/2023).

"Tampaknya harga minyak menghadapi beberapa tekanan dari lingkungan risiko yang lebih luas," kata Yeap dari IG, mengomentari spekulasi baru-baru ini seputar langkah kebijakan moneter.

Awal pekan ini minyak turun setelah data menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun kurang dari yang diharapkan.

"Kami masih belum melihat banyak peningkatan permintaan produk terutama di dalam produk sulingan yang telah memberikan banyak dukungan positif pada bulan lalu," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2023