Yogyakarta (ANTARA News) - Awan panas Gunung Merapi yang terjadi sejak dini hari hingga Jumat pagi tidak bisa teramati secara visual dari pos pengamatan, karena terhalang kabut, tetapi dari rekaman seismograf tercatat terjadi empat kali awan panas. Kepala Seksi Gunung Merapi pada Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Drs Subandriyo, Jumat, menyebutkan dari pukul 00.00 hingga 06.00 WIB awan panas tidak teramati secara visual karena terhalang kabut, sedangkan guguran lava pijar dari Pos Pengamatan Merapi di Kaliurang teramati terjadi 16 kali, meluncur sejauh maksimum dua kilometer ke hulu Kali Krasak, dan ke hulu Kali Gendol sebanyak 53 kali dengan jarak luncur maksimum satu kilometer. Sementara itu, dari pos pengamatan di Babadan (Magelang, Jateng) teramati pada pukul 05.30 WIB asap solfatara berwarna putih tebal dengan tekanan sedang. Tinggi asap ini 600 meter dari puncak gunung. Ia mengatakan hasil rekaman seismograf tercatat gempa fase banyak atau multiphase (MP) lima kali, gempa guguran 78 kali, awan panas empat kali dan gempa tektonik lima kali. Tidak terjadi gempa vulkanik. Menurut dia, secara umum aktivitas vulkanik Merapi masih tinggi, seperti ditunjukkan dari data kegempaan. "Kegempaan masih didominasi gempa MP, guguran lava pijar dan awan panas," sambungnya. Namun, kata Subandriyo, jumlah awan panas relatif menurun, sedangkan guguran lava pijar masih berfluktuatif. Dikatakannya, mengingat status aktivitas gunung ini masih `awas`, BPPTK tetap merekomendasikan larangan bagi warga melakukan aktivitas di sepanjang alur Kali Krasak, Bebeng, Bedog, Boyong dan Kali Gendol dalam radius delapan kilometer dari puncak gunung. Dalam jarak 300 meter dari tebing sungai tersebut juga harus tetap dikosongkan, karena masih berpotensi terancam awan panas. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006