Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron berpendapat perlu diatur skema pembiayaan khusus kepada petani yang mudah diakses dan diperoleh untuk menjadikan pertanian dalam negeri maju.

"Juga perlu ada upaya meningkatkan kapasitas petani agar usahataninya menjadi layak untuk dibiayai," kata Herman Khaeron seusai diskusi panel "Model Pembiayaan Pertanian untuk Pemberdayaan Petani" di Jakarta, Rabu.

Menurut Anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrat tersebut, lembaga perbankan yang ada, saat ini sulit diakses oleh para petani karena menerapkan azas prudensial (karakter, modal, kondisi, kapasitas, dan `colateral`).

Prinsip prudensial 5 C tersebut mustahil atau setidak-tidaknya sulit diakses oleh petani kecil karena pada umumnya mereka tidak "feasible" dan tidak "bankable".

"Kebijakan pembangunan selama ini menganut teori `trickle down effect` ternyata tidak berhasil mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan pengangguran di pedesaan. Karena itu, kebijakan pembangunan pertanian harus dimulai dari upaya membesarkan si kecil untuk mendorong yang lebih besar (teori dorong gelombang)," ujar dia.

Ia mengatakan DPR tengah menggodok Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. RUU ini nantinya akan membuat perbankan khusus yang menangani kredit pertanian dengan persyaratan mudah.

Dalam Pasal 87 Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, lanjutnya, disebutkan pembiayaan dalam perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan untuk mengembangkan usaha tani melalui: bank bagi petani, lembaga perbankan yang ada, dan lembaga pembiayaan petani.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan pemerintah harus mendorong berdirinya lembaga khusus untuk pembiayaan sektor pertanian karena selama ini bank BUMN milik pemerintah sangat kurang dalam mengucurkan kredit ke sektor pertanian.

"Adanya lembaga pembiayaan khusus pertanian dinilai akan menjadikan pertanian dalam negeri kita maju. Kalau sektor pertanian maju, berarti ketahanan pangan kita juga baik," kata Bustanul Arifin di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, perbankan menganggap sektor pertanian kurang atraktif karena mereka hanya mengetahui dari persepsi atau literatur ekonomi pembangunan bahwa pertanian itu sebagai suatu sektor usaha sangat berisiko (high risk), tergantung musim, jaminan harga yang tidak pasti, dan sebagainya.

"Karena itu otoritas perbankan dalam negeri perlu mengembangkan gagasan baru untuk mendidik kembali para bankir agar mampu lebih mengerti dan memahami sektor pertanian," ujar dia.
(A063/R010)

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2013