Manado, (ANTARA News) - World Health Organisation (WHO) menilai perairan laut Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Sulawesi Utara (Sulut), aman bagi manusia dan ancaman limbah tailing PT Newmont Minahasa Raya (NMR) masih dibawah standar internasional. "Limbah tailing seperti arsenik dan merkuri masih bisa ditoleransi keberadaan di Teluk Buyat, "kata anggota dewan International Program for Chemical Safety (IPCS) WHO, DR Keith Bentley, pada sidang kasus pencemaran PT NMR, di Pengadilan Negeri Manado, Jumat (23/6) di Manado. Dihadapan Ketua Majelis Hakim, Ridwan Damanik SH, Bentley sebagai saksi meringankan, mengatakan, Pembuangan limbah tailing NMR ke Teluk Buyat tidak mengandung Bahan Berbahaya Beracun (B3), karena belum melewati standar baku mutu air Indonesia sekitar 5,0 ppm. WHO telah melakukan kajian dan mengambil sampel laboratorium untuk air laut, darah dan rambut warga Ratatotok dari tahun 1991 sampai 2005, bahwa kandungan arsen dan merkuri tidak membawa dampak negatif kesehatan manusia dan lingkungan. WHO juga sempat mengambil data pendukung dari Kementerian Lingkungan Hidup, Minamata Institute, Walhi di tahun 2001, Pusat Laboratorium Forensik Polri dan data dari CIDA tahun 2000. Saksi lainnya, DR Ineke Rumengan, Kepala Laboratorium Biteknologi Kelautan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, menilai tidak ada satu pun jenis ikan mengandung arsenik dan merkuri. "Berdasarkan penelitian interaksi biotic dan abiotik di ekosistem laut tidak ada bukti mendukung adanya pencemaran terhadap biota laut, terutama ikan-ikan, "ungkap Rumengan, juga ahli ekosistem air laut. Rumengan mengakui bahwa penelitian di Teluk Buyat telah diseminarkan ke sejumlah negara, seperti Brazil, Filipina dan Jepang, dengan mengatakan ikan-ikan di Teluk Buyat semuanya layak konsumsi karena tidak ada yang melebihi "maximum permitted concentration". Rumengan pernah mewakili Pemerintah Propinsi Sulut mengeluarkan "dissenting opinion" atau surat keberatan atas kesimpulan tim terpadu kementrian Lingkungan Hidup, November 2004, yang sebelumnya menghasilkan "peer review" pada pertemuan sebelumnya 18 ktober 2004. Persidangan kasus PT NMR, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasehat Hukum PT NMR, telah mengajukan sebanyak 51 saksi, baik saksi korban, saksi ahli dan saksi fakta, ke PN Manado, dan akan dilanjutkan tanggal 30 Juni 2006. Sidang tersebut JPU menyatakan PT NMR selaku terdakwa I dan Presiden Direktur (Presdir), Richard Ness, terdakwa II secara formil dan materil telah mengindikasikan adanya upaya tindak pidana dengan melanggar pasal 143 dan 156 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bahkan PT NMR dan Ness dinilai telah melakukan kesalahan dan diancam dengan dakwaan primair pasal 41 ayat (1) jo pasal 45, pasal 46 ayat (1) jo pasal 45 dan pasal 47 UU No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006