Malang (ANTARA News) - Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), menyatakan tidak setuju jika ada pihak yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain. "NU tidak sepakat kalau ada kelompok-kelompok yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara," kata Rais Syuriah Pengurus Besar (PB) NU KH Ma`ruf Amin pada seminar bertajuk "Meneguhkan Kembali NKRI: Kajian Potensi Disintegrasi Bangsa" di Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jawa Timur, Sabtu. Ma`ruf yang juga Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu juga mengingatkan agar Pancasila tidak dipertentangkan dengan Islam karena keduanya memang tidak bertentangan. Kata Ma`ruf, Pancasila sebagai ideologi negara dan Islam sebagai agama bisa saling mengisi. Sementara itu Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj menyatakan, Islam sebagai sebagai ajaran ketuhanan haruslah diaplikasikan ke dalam semua aspek kehidupan, namun harus dihindari upaya formalisasi atau institusionalisasi Islam itu sendiri. Dikatakannya, formalisasi atau institusionalisasi Islam dalam tata pemerintahan justru akan memperburuk citra Islam dan akan menjadikannya sebagai ajaran yang sempit dan membahayakan. "Simbol-simbol seperti sorban, jubah, peci, kubah, dan sebagai, bukanlah standar Islam. Esensi simbol-simbol itu hanyalah sekadar syiar, selebihnya rapuh bagai buih," kata dosen pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu. Dikatakannya, persoalan krusial yang terjadi saat ini adalah justru pembelokan fungsi agama sehingga merugikan semua pihak yang di antaranya adalah melalui politisasi agama yakni hal-hal yang bersifat sosial politik dibungkus dengan baju agama untuk mendapatkan legitimasi. "Dalam konteks ini agama tidak menjadi landasan bertindak tetapi hanya sebagai alat justifikasi kepentingan. Dengan kata lain agama sebagai aspirasi, bukan inspirasi. Itulah masalah yang krusial," katanya. Said Aqil juga berpendapat bahwa memimpikan adanya suatu negara Islam selain menguras tenaga dengan percuma juga akan konyol dan menemui jalan buntu. Karena itu, katanya, lebih baik tetap berada pada bentuk negara yang ada namun tetap memiliki komitmen terhadap prinsip-prinsip dasar Islam. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah musyawarah, kebebasan, keadilan, persamaan derajat serta lima prinsip universal yakni menjamin kebebasan beragama, memelihara nyawa, menjaga keturunan dan profesi, menjamin kebebasan berekspresi dan berserikat serta memelihara harta benda. "Apa pun bentuknya, monarki, republik, atau pun lainnya, sepanjang menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar Islam dan mencerminkan nilai-nilai Islam, maka akan diterima dalam bingkai ajaran Islam," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006