Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan sektor perbankan Indonesia tetap resilient kendati terjadi pelemahan di tingkat global dengan fungsi intermediasi terjaga, serta ditopang permodalan yang memadai.

“Pada Juni 2023, kredit tumbuh sebesar 7,76 persen year on year (yoy), sementara itu bulan Mei 2023 ada sebesar 9,39 persen menjadi Rp6.656 triliun dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 9,60 persen year on year. Per jenis kepemilikan, pertumbuhan kredit bank BUMN tumbuh tertinggi sebesar 8,30 persen year on year,” kata Dian Ediana Rae dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Juli 2023 secara virtual di Jakarta, Kamis.

Secara tahunan, ujar dia, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2023 menjadi 5,79 persen, dari sebelumnya 6,55 persen yoy atau menjadi sebesar Rp8.042 triliun dengan pertumbuhan terendah pada tabungan di level 2,97 persen yoy.

Lebih lanjut, OJK disebut mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas.

Likuiditas industri perbankan pada Juni 2023 dalam level yang sangat memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang sangat terjaga.

Rasio Alat Likuid atau Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid ke DPK turun masing-masing menjadi 119,05 persen dari sebelumnya 123,27 persen yoy dan 26,73 persen pada Mei 2023 yang sebesar 27,52 persen atau tetap jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

“Kualitas kredit juga masih terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) net perbankan stabil di level 0,77 persen. Mei 2023 juga sama angkanya adalah 0,77 persen dan NPL gross turun menjadi 2,44 persen, sebelumnya bulan Mei 2023 adalah sebesar 2,52 persen,” ujar Dian.

Sementara itu, pemulihan yang terus berlanjut di sektor riil mendorong penurunan kredit restrukturisasi COVID-19 sebesar Rp11,03 triliun menjadi Rp361,04 triliun, dan pada Mei 2023 tercatat Rp372,67 triliun. Adapun jumlah nasabah turun 70 ribu menjadi 1,57 juta nasabah pada Juni 2023 dan 161,64 juta nasabah pada Mei 2023.

“(Terkait) jumlah kredit restrukturisasi COVID-19 yang bersifat targeted secara segmen, kemudian sektor dan industri, dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit dan pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai dengan 31 Maret 2024 adalah sebesar 45,2 persen dari total porsi kredit restrukturisasi COVID-19 atau sebesar Rp163,3 triliun,” ujar dia lagi.

Untuk risiko pasar, ujarnya pula, juga relatif rendah ditinjau dari Posisi Devisa Neto (PDN) yang tercatat stabil rendah sebesar 1,50 persen, sementara pada Mei 2023 sebesar 1,57 persen, jauh di bawah threshold 20 persen.

Selanjutnya, kata Dian, risiko yang terkait dengan suku bunga juga melandai seiring Yield Surat Berharga Negara (SBN) mulai melandai, karena semakin terbatasnya ruang kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di Amerika Serikat.

“Untuk mengantisipasi potensi risiko yang mungkin timbul ke depan, kondisi industri perbankan tercatat cukup resilient dengan capital adequacy ratio (CAR) industri perbankan sebesar 25,41 persen,” ujar dia pula.
Baca juga: Survei BI indikasikan penyaluran kredit baru meningkat di triwulan II
Baca juga: BI perkuat insentif likuiditas guna tingkatkan penyaluran kredit


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2023