Jakarta (ANTARA News) - Carlo Ancelotti dan Tito Vilanova, sama-sama berbagi tawa, dan tidak sekedar membuka mulut kemudian mengeluarkan letupan bunyi "ha...ha...ha", setelah kedua pelatih beda tim beroleh hasil imbang dari laga bermerk "jangan asal tertawa", atau "jangan asal bunyi" alias asbun.

PSG memaksa Barcelona berbagi angka 2-2 dalam laga perempat final pertama Liga Champions di Stadion Parc des Princes, Rabu dini hari WIB.

Ancelotti yang akrab dipanggil Don Carlo ingat betul pesan dari setiap ibunda di Italia kepada setiap anak laki-laki bahwa jangan pernah abai menyatakan "mama mia" sambil tertawa manakala hati bersukacita. "Mama mia, ha...ha...ha...."

Bagi Vilanova asal Spanyol, tertawa adalah salah satu manifestasi dari pria perkasa sarat kuasa sebagaimana tontonan sang matador kontra banteng. Setiap pria Spanyol tahu betul cara memaknai perjuangan untuk senantiasa tertawa di sirkuit hati berduka.

Sama-sama jual beli serangan di laga bola, Ancelotti dan Vilanova memahami bawa tertawa bukan sebatas cermin hati yang sedang dirundung riang. Tertawa dapat menjadi upaya mengomunikasikan isi hati ketika melakukan ziarah kemenangan dan kekalahan dalam ajang bola.

Pelatih Paris Saint-Germain (PSG) Ancelotti dan pelatih Barcelona Vilanova sama-sama dapat tertawa karena keduanya berbagi angka imbang.

Ya..., angka imbang, bukankah tawa berfungsi mencairkan hati yang kerap harubiru oleh keinginan menggamit menang tetapi kenyataanya justru sebaliknya.

Keduanya tidak asal tertawa ketika mereka menang. Keduanya sama-sama menggenapi ungkapan Latin klasik yang dinyatakan Horatius "ridentem dicere verum quid vetat?" (apa salahnya sambil tertawa menyatakan kebenaran).

Kalau saja tertawa merupakan wujud dari "bunyi" hati yang berdegup, maka Ancelotti dan Vilanova tidak ingin asal bunyi alias asbun.

Dua pelatih sama-sama menggenapi, lagi-lagi ungkapan Latin klasik, ride si sapis (tertawalah jika engkau berbuat bijak). Tidak asbun, itu yang mendasar dari seni tertawa.

Kedua pelatih sama-sama memaknai aktivitas tertawa sebagai ciri dari setiap manusia (homo ridens) setelah melakoni laga. Tidak sekedar mengumbar tawa tanpa ada penyebab mendasar dari pengalaman keseharian, apalagi mabuk kemenangan dan memegang erat-erat jabatan bergengsi sebagai pelatih dari klub elite dunia.

Tertawa bagi Ancelotti dan Vilanova dapat dirunut dari pernyataan terang benderang ketika kedua pelatih beroleh hasil imbang, Sebut saja "ideologi tawa" di mata Ancelotti dan Vilanova.

"Secara pribadi, saya memandang hasil laga itu bukan hasil memuaskan. Kami tampil apik ketika menyerang, dan mencetak dua gol. Kami bertahan meski kebobolan dua gol juga. Kami memberi kepada (Lionel) Messi gol pertama bagi timnya, dan tentu gol kedua menyusul dari tendangan penalti," katanya.

"Saya bangga dengan para pemain. Saya bangga dengan keberanian mereka. Saya tidak terlalu gembira dengan hasil ini," katanya.

"Jika saja Messi absen di leg kedua, tentu itu tidak akan mengubah cara pendekatan kami dalam bertanding. Kami harus bertanding ke Barcelona dan mencetak gol di sana. malam ini kami telah menyelesaikan tugas," kata pelatih asal Italia itu.

Kenyataannya, Ancelotti tidak mampu langsung tertawa lepas seperti pesan ibunda di Italia sana. Ia menyayangkan bahwa salah satu pemain andalan timnya, Blaise (Matuidi) bakal absen, padahal ia salah satu pilar kekuatan daya dobrak serangan PSG.

"Saya berharap Thiago Motta dapat kembali kemudian menggantikannya. Kami juga punya (Clement) Cantome, pemain yang agresif dalam meneror lawan. Kami juga punya sejumlah pilihan di lini gelandang. Leg kedua bakal sulit, dan kami harus mencetak dua gol di sana. Saya percaya diri saja," katanya.

Sementara, Vilanova yang baru saja sembuh dari operasi kanker kelenjar ludah, lewat asistennya di kubu Blaugrana, Jordi Roura menyatakan, "Hasil laga ini tentu tidak juga baik dan memuaskan bagi kami. Harga yang kami harus bayar tertalu tinggi. Saya tetap angkat topi dengan semangat juang para pemain. Mereka tampil dengan konsentrasi penuh".

Jelas bahwa kubu Barca mampu tertawa lepas menghadapi laga leg kedua pekan mendatang di Nou Camp. Raksasa Catalan berpeluang melangkah ke semifinal berbekal dua gol tandangnya dan keuntungan bermain di kandang sendiri pada Rabu (10/4).

"Jika saja kami tidak diperkuat oleh Messi dan Mascherano, maka jelas itu pukulan bagi kami, meski kami akan berusaha keras mencari dan menemukan jalan keluarnya. Kami punya skuad yang besar. Kami memahami betul potensi yang dimiliki PSG demikian besar," kata Roura.

Sampai menit ke-87, situs UEFA mencatat bahwa penguasaan bola Barcelona mencapai 65 persen plus membukukan 14 spekulasi dengan tujuh di antaranya mengarah langsung ke gawang. Sementara itu, PSG memanen 11 kali peluang dengan enam di antaranya tepat sasaran.

Ancelotti dan Vilanova tidak sebatas memperkenalkan ungkapan "jangan lupa tertawa". Kedua pelatih mengajak untuk mempraktekkan ideologi tertawa. Ideologi tertawa?

Ideologi artinya ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan sedemikian rupa, sehingga orang menganggapnya sah, padahal jelas-jelas tidak sah alias palsu.

Ada perbedaan antara ideologi tertawa dengan ideologi (saja). Ideologi mengamini pernyataan bahwa apabila yang kuat dan yang lemah sama-sama bebasnya, itu berarti bahwa yang kuat selalu akan mengganyang mereka yang lemah.

Sementara ideologi tertawa khas Ancelotti dan Vilanova mengajak mereka yang kuat dan yang lemah untuk sama-sama tertawa, tanpa membeda-bedakan, "anda dari kelompok A, kami dari kelompok B".

Ngomong ideologi, jangan lupakan pemikir politik, Karl Marx yang memberikan pendekatan ideologi melalui negara, yaitu adanya klaim dari negara bahwa negara bertujuan mewujudkan kepentingan dan kesejahteraan umum (bonum commune).

Sementara ideologi tertawa ingin mengajak mereka yang menyukai sukacita untuk menikmati tawa sebagai bagian inti dari kesejahteraan umum. Tertawa bukan milik kelompok A, bukan milik kelompok B. Tertawa untuk semua, sama halnya dengan laga bola bagi semua.

Tawa berlaku bagi semua orang-orang, tanpa membeda-bedakan atau mencari-cari alasan bahwa "kelompok A lebih bagus dibandingkan dengan kelompok B".

Sementara ajakan tertawa yang diajukan oleh Ancelotti dan Vilanova boleh jadi merujuk kepada pernyataan dari Marx bahwa kelas pekerja adalah sekelompok orang yang menggadaikan dirinya bagi para majikan untuk mendapatkan gaji atau pendapatan.

Majikan tidak perlu bekerja, sementara pekerja harus bekerja keras siang malam dengan berbagai takaran atau ukuran yang baku, tetapi jangan sampai lupa tertawa, kata Ancelotti dan Vilanova.

Tugas Ancelotti dan Vilanova, selain mengajak tertawa, mereka melontarkan kritik bahwa majikan tidak selalu berfungsi sebagai bos yang memutuskan untuk menaikkan atau menurunkan gaji para pekerja.

Kedua pelatih itu ingin agar seluruh jagat bola dalam tayangan Liga Champions selalu bersorak, "menang dan menang, menang kemudian... tertawa!"
(A024)

Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2013