Batam (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perguruan tinggi di Indonesia untuk tidak mengartikan proses perkuliahan sebagai sarana untuk memperoleh nilai dan ijazah semata, serta meminta mereka untuk menghindarkan para mahasiswanya mencapai gelar sarjana dengan cara ilegal. "Janganlah kita hanya mengejar status dan gelar semata. Saya prihatin ketika banyak pihak yang tidak malu-malu menyandang gelar dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan proses pendidikan yang benar," kata Presiden ketika meresmikan Politeknik Batam, di Batam, Minggu. Presiden mengajak semua pihak untuk tidak menempatkan gelar sebagai hal terpenting dalam proses belajar. "Mari kita sadari bukan gelar yang penting, tapi ilmunya, kemampuannya. Kalau mengikuti proses pendidikan dengan benar, kemampuan ada, pasti gelar didapat," katanya. Proses pembelajaran, ujarnya, harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai alat penuntun sikap, pemikiran dan perilaku mahasiswa ke depan. Proses perkuliahan, menurut Kepala Negara, harus lebih berorientasi pada pengembangan kapasitas keilmuan dan kesiapan lulusan memenuhi kebutuhan pasar. Yudhoyono menyatakan, keinginnannya untuk melihat perguruan tinggi Indonesia bisa bersaing dengan perguruan tinggi di luar negeri. Karena itu, ujarnya, perguruan tinggi di Indonesia harus memiliki arah yang jelas dalam pembentukan kultur dan semangat keilmuan yang dapat membangun kesadaran penelitian serta kemampuan individual agar memiliki daya saing yang tinggi. "Saat ini kita hidup di era globalisasi, yaitu era persaingan mutu, yang bermutu menang, dan yang tidak bermutu kalah," kata Presiden. Semua perguruan tinggi di Indonesia, menurut Kepala Negara, harus selalu meningkatkan kualitas baik dalam hal sarana dan prasarana kurikulum, metodologi sistem evaluasi serta kualitas tenaga pengajar. "Kita harus membangun human capital termasuk intelektual capital yaitu aspek intelektual, emosional, spiritual kreativitas dan moral," demikian Presiden Yudhoyono. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006