Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyoroti bahaya polusi udara di Jakarta dan sekitarnya sebagai salah satu pencetus yang membuat penyakit asma kambuh.

"Asma adalah penyakit penyempitan saluran napas karena ada pencetusnya. Dari luar adalah polusi udara, asap rokok, hingga stres yang merupakan faktor harus dikontrol," kata Ketua Kelompok Kerja Asma dan Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) PDPI Budhi Antariksa di Jakarta, Kamis.

PDPI melaporkan paparan polusi udara membahayakan kesehatan penyandang asma di Indonesia yang jumlahnya mencapai tujuh persen atau setara 18 juta orang pada 2022.

Menurut Budhi, puskesmas perlu ditingkatkan sebagai lini pertama untuk diagnosa dan pengobatan asma agar pasien dapat mengendalikan penyakit asma sejak dini. Alasannya, penyakit asma merupakan bagian dari 144 diagnosa penyakit yang dapat ditangani di puskesmas sesuai dengan kompetensi dokter umum.

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) Tahun 2012, penyakit asma masuk ke dalam tingkat kemampuan 4A, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

Baca juga: PDPI: 12 juta penduduk Indonesia menderita asma

"Dokter umum punya kompetensi, diagnosis, bagaimana kontrol asma, gejala hingga pemeriksaan," ujarnya.

Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan biaya pengobatan asma tinggi adalah akses obat di tingkat puskesmas yang masih dalam bentuk obat oral tanpa inhalasi pengontrol yang sesuai. Tanpa obat pengontrol asma, pasien asma berisiko untuk mengalami eksarsebasi atau serangan asma.

Problemnya adalah biaya penanganan asma bisa menjadi mahal, karena lebih dari 57,5 persen pasien asma mengalami kekambuhan serangan asma dan datang ke rumah sakit pada saat kondisi mereka sudah dalam keadaan tidak terkontrol.

Berdasarkan data QAir tahun 2022, Indonesia menduduki peringkat nomor 26 sebagai negara dengan polusi udara terburuk di dunia.

Sedangkan Jakarta, per 6 Agustus 2023 memiliki tingkat polusi tidak sehat dengan 161 indeks kualitas udara dengan konsentrasi 8,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Baca juga: Kemenkes dukung swasta tingkatkan kesadaran masyarakat tentang asma

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin melalui keterangan tertulis menyampaikan ada sejumlah penyakit respirasi yang diakibatkan polusi udara dengan prevalensi tinggi. Polusi udara menyumbang 15--30 persen kasus.

Menkes Budi menyebut faktor risiko polusi udara terhadap penyakit asma adalah 27,95 persen dan berdasarkan data Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, asma termasuk dalam lima penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia, selain penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, dan tuberkulosis.

Data tersebut menunjukkan asma memiliki 477 kejadian per 100 ribu orang dengan 455 ribu kematian. Di Indonesia, penyakit asma juga masuk ke dalam salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar.

Penyakit asma tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dengan melakukan pola hidup CERDIK (Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik/olah raga, Diet sehat dan seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres dengan baik).

Selain itu, penderita asma juga bisa mengonsumsi obat asma secara teratur dan mencegah terpapar hal-hal yang bisa menyebabkan kambuhnya serangan asma.

Menurut Menkes Budi, anggaran yang ditanggung untuk penyakit asma memiliki kecenderungan naik tiap tahun jika tidak terkendali dengan baik. Selama periode 2018-2022, pengobatan asma melalui BPJS Kesehatan setidaknya telah menelan anggaran sebesar Rp1,4 triliun.

Baca juga: Kemenkes: 57,5 persen pasien di Indonesia masih alami serangan asma

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2023