Padang (ANTARA News) - Pakar Hukum dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof Sjahmunir, mengatakan Perda Syariat harus dipandang tidak sekadar undang-undang, yang bila tidak merusak tidak perlu dibatalkan. "Sebab Indonesia mengutamakan kesadaran hukum bersama dan pribadi, butuh agama, moral dan adat. Aneh kalau ada pernyataan mengutuk pemberlakuan perda (syariat) tersebut," kata Sjahmunir di Padang, Kamis. Pernyataan tersebut disampaikannya terkait aksi penolakan sebagian anggota DPR-RI terhadap keberadaan Perda Syariat. Penolakan itu bahkan disertai dengan permintaan agar Presiden mengeksekusi perda-perda berbau syariat tersebut. Ia menyarankan agar perda-perda itu tetap diberlakukan demi enyempurnakan aturan perundang-undangan yang tertulis. Perda tersebut, menurut dia, bukan dimaksudkan menentang aturan yang sudah ada tapi dilahirkan karena sudah sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. "Perda syariat jelas dimaksudkan untuk mengatur akhlak yang lebih baik, sedangkan Indonesia adalah negara hukum yang mengakui ada UU yang tertulis dan tidak tertulis yakni adat dan agama," katanya. Ia menjelaskan, pentingnya keberadaan Perda Syariat terkait kasus pelanggaran terhadap pasal 24 KUHP (Pidana) tentang tindak perzinaan. Dalam pasal 24 KUHP orang hanya boleh dihukum telah melakukan perzinaan jika sudah memenuhi unsur pemaksaan dan penipuan. "KUHP itu merupakan UU tertulis. Namun dalam perkembangannya jika perzinaan dilakukan atas dasar suka sama suka, maka proses hukum tidak berjalan, padahal pelanggaran tersebut buruk akibatnya," katanya. Parahnya, aparat yang menangkap PSK kemudian harus melepasnya kembali karena tindakan mereka tidak memenuhi unsur kejahatan dimaksud dalam pasal 24 KUHP (Pidana) itu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006