Stockholm (ANTARA) - Inflasi yang merajalela dan lonjakan suku bunga telah berkontribusi pada peningkatan klaim utang yang belum terbayarkan dan belum pernah terjadi sebelumnya, demikian disampaikan Otoritas Penegak Hukum Swedia, Rabu (30/8).

Lebih dari 609.000 klaim utang belum terbayar tercatat dalam enam bulan pertama tahun 2023 atau meningkat 12 persen secara tahunan (yoy). Pada paruh pertama tahun ini, klaim utang belum terbayar di negara itu mencapai 14,6 miliar krona Swedia atau naik 35 persen (yoy).

"Jelas bahwa banyak yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kami telah menerima semakin banyak klaim dan untuk utang yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,," ujar Davor Vuleta, seorang analis di otoritas terkait.

Sejak Mei tahun 2022, banyak rumah tangga juga menghadapi biaya lebih tinggi saat bank sentral Swedia (Riksbank) menaikkan suku bunga utamanya menjadi 3,75 persen, setelah tujuh tahun berada di level nol atau negatif.

Jumlah klaim yang diajukan terhadap individu berusia 65 tahun ke atas mencatatkan peningkatan paling tinggi, yakni sebesar 18 persen dibandingkan enam bulan pertama tahun 2022.

"Banyak klaim ditujukan untuk tagihan yang dikeluarkan oleh perusahaan penagih utang dan bank. Namun, ada juga klaim untuk tagihan perumahan dan listrik. Perkembangan ini mengkhawatirkan," tambah Vuleta.

Tingkat inflasi menurut indeks harga konsumen (CPI) masih setinggi 9,3 persen pada Juli, menurut data Statistics Sweden. Per akhir Juni, jumlah akumulasi utang outstanding individu mencapai 112 miliar krona Swedia.
 
Masyarakat berjalan di area pertokoan di Stockholm, Swedia, pada 22 Juni 2023. (ANTARA/Xinhua/He Miao) 

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
COPYRIGHT © ANTARA 2023