Jakarta (ANTARA) -
Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nihayatul Wafiroh menyatakan bahwa bonus demografi perlu diiringi dengan upaya penurunan stunting agar tidak sia-sia dan menjadi bencana demografi.
 
"Bayangkan kalau di Indonesia terdapat sekitar 20 persen bayi dengan kondisi stunting saat ini, maka 30 tahun lagi, 20 persen anak mudanya tidak bisa memimpin negeri ini karena tidak berkualitas akibat stunting. Mari, kita bersama bahu membahu untuk memerangi stunting di Indonesia,” katanya dalam taklimat media di Jakarta, Senin.

Ia juga menjelaskan bagaimana stunting dapat mengancam bonus demografi di Indonesia karena membuat jumlah generasi yang tidak produktif semakin bertambah.
 
“Indonesia sampai tahun 2035 akan mengalami bonus demografi dimana umur 16-60 tahun lebih banyak dari pada usia 65 tahun ke atas, jadi generasi produktifnya lebih banyak daripada non produktif. Bila generasi produktif ini tidak berkualitas, bisa kita bayangkan, bagaimana bisa bangsa kita mendapatkan manfaat bonus demografi?" kata dia.
 
Nihayatul yang hadir dalam acara Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) pencegahan stunting lini bawah di Gedung Institut Agama Islam Darussalam, Kabupaten Banyuwangi, Jatim, pada Ahad (3/9) ini juga mengingatkan bahaya stunting apabila anak sudah menginjak dua tahun. Pada umur tersebut, pertumbuhan anak sudah tidak dapat dikendalikan, karena stunting tidak dapat disembuhkan.
 
Ia menambahkan, kondisi stunting ini bukan hanya menghambat perkembangan fisik, tetapi juga intelektualitas dari anak tersebut. Selain itu, terdapat faktor-faktor lain penyebab stunting, tidak hanya karena kekurangan asupan gizi saja, tetapi bisa terjadi karena faktor pendidikan, pengetahuan, dan budaya. Untuk itu, ia menekankan pentingnya pendidikan bagi orang tua untuk memberikan asupan gizi yang tepat pada anak.
 
"Pendidikan bagi orang tua, utamanya ibu tentang pemberian asupan gizi yang baik bagi anak sangat penting, misalnya pengetahuan pada saat ibu mengandung seperti minum vitamin dan obat penambah darah, dan budaya pernikahan dini yang bisa memicu stunting, karena pernikahan usia di bawah 20 tahun organ tubuh perempuan belum sempurna. Ini bisa berakibat pada jumlah asupan nutrisi bayi yang ada di dalam kandungan," katanya.
 
Pernikahan dini, tambah Nihayatul, juga dapat memicu tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia.
 
Sementara, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi Henik Setyorini juga mengajak masyarakat saling gethok tular (menyebarkan informasi dari mulut ke mulut) kepada sesama warga untuk menurunkan angka stunting yang ada di Kabupaten Banyuwangi hingga mencapai14 persen sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.

Saat ini, prevalensi stunting berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) di Kabupaten Banyuwangi berada di posisi 18,1 persen.
 
"Bantu pemerintah dengan menyukseskan program tambah darah bagi siswa SMP dan SMA agar tidak anemia, juga mencegah pernikahan usia anak, karena banyak remaja putri menjadi janda dan berisiko melahirkan anak-anak stunting," demikian Henik Setyorini.

 
Baca juga: Komisi IX DPR RI: Kaum pria punya andil besar turunkan stunting

Baca juga: Komisi IX DPR RI ajak Kampung KB gotong royong turunkan stunting

Baca juga: BKKBN Kepri paparkan hasil penurunan stunting ke Komisi IX DPR RI

Baca juga: Komisi IX DPR-RI: Beri makanan bergizi hindari buah hati stunting

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Andi Jauhary
COPYRIGHT © ANTARA 2023