Jakarta (ANTARA) - Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Eni Widiyanti mengatakan akar permasalahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena masih kuat budaya patriarki di masyarakat.

"Akar permasalahannya budaya patriarki yang menganggap perempuan berkedudukan lebih rendah daripada laki-laki, sub-ordinat," kata dia dalam webinar bertajuk "Kick Off Meeting Kampanye Penghapusan KDRT" di Jakarta, Senin malam.

Sejumlah alasan terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga, di antaranya pelaku yang beralasan karena cemburu atau menganggap istrinya tidak menurut perkataan suami, istri yang tidak merapikan rumah, atau terlambat menyajikan kopi untuk suami.

Baca juga: Cegah KDRT, KemenPPPA tekankan sosialisasi UU Penghapusan KDRT

Menurut dia, sejumlah alasan sepele itu sebenarnya perwujudan dari budaya patriarki yang mengakar kuat di masyarakat Indonesia.

"Sehingga seorang istri dianggap tidak pantas untuk mencari nafkah utama, istri lebih pantas di rumah, mengurus keluarga, istri harus diatur, harus tunduk kepada suami," katanya.

Ia mengatakan upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga penting untuk menyasar akar masalahnya, yakni budaya patriarki.

"Penting sekali untuk menyasar akar permasalahan ini agar dapat dipangkas dan tidak tumbuh atau menyebar menjadi besar," kata Eni Widiyanti.

KemenPPPA terus melakukan upaya untuk menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk upaya penghapusan KDRT.

Dia mengatakan perempuan dan anak merupakan sumber daya manusia yang penting dan harus dilindungi serta diberdayakan.

Hal ini karena perempuan mengisi hampir setengah dari total populasi di Indonesia, sedangkan anak mengisi sepertiga dari total populasi.

Baca juga: Tidak ada kekerasan yang dapat ditolerir termasuk kekerasan psikis
Baca juga: KemenPPPA: Kenali kepribadian calon pasangan untuk cegah KDRT
Baca juga: KemenPPPA cetak wirausaha perempuan mulai tingkat desa

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2023