Yogyakarta (ANTARA News) - Indonesia perlu menggalakkan kembali prinsip demokrasi ekonomi untuk menjaga keberlanjutan perekonomian berdasarkan prioritas kesejahteraan rakyat, kata Pakar Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Revisond Baswir.

"Di tengah hegemoni perekonomian kapitalis yang saat mulai berimbas kepada perekonomian di Indonesia. Perlu digelorakan kembali demokrasi ekonomi yang pernah dipraktikkan para pendiri bangsa," katanya saat menjadi pembicara dalam seminar "Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) Ke-58, Demokrasi Ekonomi di Asia: Peluang dan Tantangan" di Yogyakarta, Kamis.

Dalam implementasi demokrasi ekonomi, kata dia, kemakmuran diprioritaskan bagi masyarakat luas bukan hanya orang per orang. Dalam konteks tersebut pencapaian kemakmuran diterapkan dengan prinsip kebersamaan.

Pemulihan kembali ekonomi demokrasi di Indonesia, kata dia, saat ini dapat kembali diupayakan antara lain melalui penyegaran kembali koperasi, perjuangan buruh, serta perbaikan sistem perekonomian negara.

Sebenarnya, kata dia, Indonesia telah lebih dahulu mencanangkan semangat sistem ekonomi demokrasi dibandingkan negara-negara lain melalui Pasal 33 ayat 1 UUD 1945.

Dalam pasal yang disusun pada era Bung Karno tersebut dijelaskan bahwa perekonomian diupayakan sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi.

"Di saat negara lain masih membahas demokrasi ekonomi , negara kita telah mencantumkannya ke dalam konstitusi," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM ini.

Menurut Baswir, melalui Pasal 33 tersebut hingga saat ini harga bahan bakar minyak masih dikendalikan penuh oleh negara. Sehingga Undang-Undang (UU) Migas yang justru bertentangan dengan semangat demokrasi ekonomi tersebut bisa dihapuskan.

"Dengan Pasal 33 demokrasi ekonomi bisa diwujudkan. UU migas yang menyerahkan penentuan harga BBM pada mekanisme pasar bisa dihapuskan,"katanya.

Namun demikian, kata dia, implementasi demokrasi ekonomi tidak akan dapat diwujudkan apabila justru Indonesia menganut sistem ekonomi kapitalis yang hanya mempertimbangkan profit berdasarkan kepentingan segelintir pihak saja.

"Padahal dengan hanya bertumpu pada orientasi kapitalis tanpa mementingkan kepentingan perekonomian rakyat sesuai yang diatur Pasal 33, pemerintah kita bisa dikatakan inkonstitusional," katanya. (KR-LQH/H008)

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013