Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Winantuningtyastiti, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.

"Saya tadi diperiksa soal pak Luthfi," kata Winantu usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Winantu menjelaskan bahwa pada pemeriksaan kali ini, penyidik meminta keterangan mengenai penghasilan yang diterima oleh Luthfi termasuk penerimaan tunjangan selama mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjabat sebagai anggota DPR.

"Saya hanya ditanyai soal penghasilan saja kok, soal gaji pokok. Kemudian ada tunjangan serta honorarium apa saja yang dia terima. Tidak soal TPPU (tindak pidana pencucian uang-red)," kata Winantu.

Winantu kemudian menjelaskan bahwa gaji pokok yang diterima oleh Lutfhi saat menjabat sebagai anggota DPR Komisi I sebesar Rp4,2 juta ditambahkan dengan tunjangan istri, tunjangan anak, serta tunjangan kehormatan.

Selain gaji pokok, Winantu mengatakan bahwa sebagai anggota dewan, Luthfi juga menerima honorarium yang terkait dengan berbagai kegiatan yang dilakukan saat menjadi anggota panitia kerja RUU.

"Soal itu juga ditanyakan tadi, intinya semua penghasilan yang diperoleh beliau saat menjadi anggota DPR selama dua periode. Itu sudah saya jelaskan semua," kata Winantu.

KPK menetapkan Luthfi sebagai tersangka TPPU sejak 25 Maret 2013 dengan sangkaan melanggar pasal 3 atau pasal 4 atau pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengenai orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan atau menerima harta kekayaan yang patut diduga hasil tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Pencucian uang yang dilakukan Luthfi diduga KPK bukan hanya berasal dari uang suap PT Indoguna.

Hingga saat ini KPK masih menelusuri aset-aset Luthfi, namun KPK belum menyampaikan hasil penelusurannya.

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2013