Jakarta (ANTARA) -
Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK) Migas Dwi Soetjipto menyebut penyimpanan karbon (CCS/CCUS)  merupakan teknologi yang mampu menjawab tantangan ekonomi global.

Dia mengatakan di tengah krisis geopolitik yang mengganggu pasokan energi, sektor hulu migas Indonesia perlu mengambil peran untuk meningkatkan produktivitas dan juga menurunkan emisi di waktu yang bersamaan.

"Karena CCS/CCUS itu bukan hanya net zero emission, tapi ke depannya menjadi sebuah bisnis baru," kata Dwi usai mengisi diskusi CCS Forum 2023 di Jakarta, Senin.

Dwi mengatakan bahwa pemerintah sedang menyiapkan regulasi terkait proyek CCS/CCUS guna memperjelas aspek hukum dalam proses investasi dalam sektor tersebut.

Namun dia belum menjelaskan jumlah potensi ekonomi yang didapatkan dari proyek-proyek tersebut. Menurut dia, perhitungan itu pun masih dianalisis bersamaan dengan proses perancangan regulasi.

Di samping potensi ekonomi, menurutnya regulasi itu ke depannya bakal membahas hal teknis yang menyangkut isu sosial di lokasi proyek CCS/CCUS tersebut.

​​​​​​​"Kalau terjadi bocor kan sama saja kita membawa limbah, maka dari itu ada juga ongkos sosial," kata dia.

Berdasarkan studi SKK Migas, wilayah Indonesia mampu menyimpan CO2 sebanyak 12,2 miliar ton. Menurut dia, sejumlah perusahaan BUMN maupun asing di Indonesia pun sudah mempraktikkan CCS/CCUS untuk mengurangi emisi.

Adapun CCS/CCUS merupakan teknologi untuk penangkapan dan penyimpanan karbon sebagai alah satu solusi untuk menangani perubahan iklim global akibat emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Pemerintah siapkan aturan terkait penyimpanan karbon lintas negara

​​​​​​​
Baca juga: Pertamina siap kolaborasi kembangkan penangkapan karbon di Indonesia

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Imam Budilaksono
COPYRIGHT © ANTARA 2023