Gunung Kidul (ANTARA News) - Keputusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta terhadap 32 anggota DPRD Gunung Kidul periode 2004-2009 dinilai tebang pilih, dan tidak adil.

Seorang terdakwa kasus korupsi tunjangan kesejahteraan umum anggota DPRD Gunung Kidul Periode periode 2004-2009 Ternalem di Gunung Kidul, Jumat, mengatakan vonis antara satu tahun hingga 1,5 tahun terhadap 32 mantan anggota DPRD Gunung Kidul itu, merupakan bentuk ketidakadilan hukum.

"Jangan sampai hukum di Indonesia tebang pilih," katanya.

Menurut dia, keputusan majelis hakim tidak adil, karena tidak semua anggota dewan dijatuhi hukuman. Tunjangan kesejahteraan umum itu sudah dianggarkan pada 2004, selama empat bulan.

Anggota DPRD DIY nonaktif ini mengatakan anggota DPRD Gunung Kidul periode 2004-2009 tersebut juga masih menerima tunjangan yang sama selama empat bulan, yakni September hingga Desember. Mereka dilantik menjadi anggota dewan pada 11 Agustus 2004.

"Besaran tunjangan yang diterima anggota DPRD periode ini mencapai jutaan rupiah setiap bulannya," katanya.

Ternalem mengatakan alasan jaksa yang tidak memproses secara hukum terhadap 23 anggota DPRD periode 1999-2004 karena alasan sudah mengembalikan uang kepada negara, merupakan suatu kebohongan.

"Salah satu dari 23 anggota dewan yang tidak terseret hukum itu tidak diproses, meski baru mengembalikan uang pada 8 Februari 2012," katanya.

Kasi Pidsus Kejari Wonosari, Gunung Kidul, Sigit Kristanto mengatakan, dalam amar putusan majelis hakim Tipikor Yogyakarta yang menyebutkan nama mantan Bupati Gunungkidul almarhum Yoetikno, dan Sekda Sugito sebagai Ketua Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD) saat itu ikut terlibat.

Bahkan 23 mantan anggota dewan yang lepas dari tuntutan hukum juga disebut terlibat dalam korupsi, kata dia akan menjadi acuan untuk menindaklanjuti pengembangan kasus korupsi tunjangan DPRD yang menyeret 32 mantan anggota dewan tersebut menjadi terpidana, dengan hukuman bervariasi antara satu hingga 1,5 tahun. "Kami pasti akan menindaklanjuti, namun masih menunggu salinan," katanya.

Ia mengatakan dalam perkara kasus korupsi tersebut ke 23 orang tersebut memang tidak ikut dijadikan tersangka. Sebab, mereka kooperatif, karena langsung mengembalikan tepat waktu ketika menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

"Mereka, dalam hal ini 32 orang yang divonis di Pengadilan Tipikor memang sudah mengembalikan, tetapi sudah melampaui batas waktu yang ditentukan, hingga diproses hukum," katanya.

Sigit mengatakan kenapa pengambil keputusan yakni bupati dan sekda tidak ikut ditetapkan sebagai tersangka, karena kejaksaan belum melihat niatnya.

Mengenai putusan hakim terhadap 32 mantan anggota dewan itu, kejaksaan mengaku masih pikir-pikir. "Jika para terdakwa yang sudah diputus bersalah mengajukan banding, tentunya kejaksaan wajib mengikuti," katanya. (KR-STR/M008)

Pewarta: Sutarmi
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013