Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KSDM) menyatakan bahwa efisiensi audit energi pendingin (chiller) pada suatu industri dan bangunan komersial penting dilakukan dengan baik karena dapat berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

“Karena di chillernya signifikan sampai 60 persen penggunaan energi total, ini akan sangat menarik kalau kita bisa melakukan audit energi disertai dengan audit chiller yang lebih lengkap, sesuai standar yang berlaku,” kata Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi KSDM I Nyoman Suamir di Jakarta, Rabu.

Suamir menyampaikan bahwa audit energi pendingin sangat penting karena membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengoptimalkan konsumsi energi dari sistem pendinginan.

Kata dia, dengan melakukan audit, perusahaan dapat mengukur efisiensi pendingin, mengidentifikasi potensi perbaikan, dan mengimplementasikan langkah-langkah yang lebih efisien.

Menurut Suamir, hal tersebut tidak hanya mengurangi biaya operasional yang terkait dengan energi, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pembangkit listrik, yang pada akhirnya membantu perusahaan mencapai sasaran berkelanjutan.

Selain itu, audit energi pendingin juga dapat meningkatkan kinerja peralatan dan memperpanjang masa pemakaian, menghemat biaya perawatan dan mengurangi potensi gangguan produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasional perusahaan sambil berkontribusi pada perlindungan lingkungan.

“Maka harus dilakukan penghematan energi bangunan, kita awali dengan menghemat penggunaan energi di chillernya. Salah satunya melakukan audit, celah-celah apa saja yang harus dilakukan untuk penghematan energi,“ kata dia.

Suamir mengatakan, untuk mengefisiensi audit pendingin industri dan gedung komersilal, KSDM telah memberikan panduan teknis audit kinerja energi pendingin kepada para auditor sehingga dapat bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. Panduan tersebut untuk audit energi pendingin yang berukuran kurang lebih 100 ton refrigerasi (TR).

“Chiller itu adalah salah satu signifikan energi terbesar di gedung. Ini sangat menarik apabila kita bisa memberikan panduan kepada auditor energi sehingga audit chiller bisa dilakukan secara baik,” katanya.

Dia menambahkan, penggunaan pendingin yang efisien dapat berkontribusi secara signifikan pada upaya penurunan emisi gas rumah kaca perusahaan, yang merupakan langkah penting dalam menghadapi perubahan iklim global dan mencapai tujuan berkelanjutan.

Menurut Suamir, penggunaan energi di Indonesia masih sangat boros, intensitas mencapai 200 kilowatt hour (kWh) per meter persegi per tahun. Penggunaan tersebut tinggi dibanding negara Singapura yang hanya mencapai seratusan kWh.

“Kita masih boros energi bangunan, kita tertinggal sehingga kita harus mengejar itu,” katanya.

Suamir berharap adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi untuk Meningkatkan Efisiensi Energi dapat menekan keborosan penggunaan energi di industri atau bangunan komersil.

“Regulasi ini harus diterapkan sehingga manajemen energi gedung ada, ada yang memonitor sejak awal penggunaan energi di gedung agar semakin efisien,” kata Suamir.

Baca juga: KESDM: Penurunan emisi CO2 pada 2023 lampaui target

Baca juga: KESDM: 679 bangunan komersial wajib melaksanakan manajemen energi


Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Imam Budilaksono
COPYRIGHT © ANTARA 2023