Jakarta (ANTARA News) - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bisa meninjau status kepemilikan Wisma ANTARA jika terbukti terjadi kasus pelanggaran hukum. "Kita bisa saja mengalihkan kepemilikan Wisma ANTARA apabila memang terbukti pengalihan kepada pihak asing saat itu terjadi pelanggaran hukum," kata Kepala BKPM M. Lutfi menjawab pertanyaan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu. Menurutnya, sesuai kebijakan BKPM sangat dimungkinkan terjadinya alih kepemilikan dari mayoritas asing kepada domestik secara bertahap karena memang ada peraturannya untuk itu. Sehingga kalau memang dari hasil investigasi Badan Pemerika Keuangan (BPK) ternyata memang terjadi pelanggaran hukum dalam status kepemilikan yang seharusnya menjadi milik pemerintah maka BKPM dapat segera mengubah statusnya. Oleh karena itu, berdasarkan bukti yang ada di BPK para pemegang saham Wisma ANTARA harus segera melakukan rapat pemegang saham untuk kemudian disampaikan kepada BKPM sehingga proses perubahan status harus segera dilaksanakan. Tetapi dia mengingatkan, sebelumnya semua pemegang saham dari Wisma ANTARA termasuk dari pemerintah harus melaksanakan pertemuan, hasilnya itulah yang nanti dipakai sebagai dasar hukum BKPM mengambil keputusan, ucap Lutfi. Wisma ANTARA berlokasi di Jalan Merdeka Selatan No. 17 didirikan tahun 1973 dengan kepemilikan PT Antara Kencana Utama Realestat Ltd (AKU) di atas tanah eks RRI yang dihibahkan kepada LKBN Antara. Namun untuk membangun gedung tersebut karena keterbatasan dana PT AKU menggandeng Pabema South East Asia BV (Pabema BV) Belanda mendirikan PT Anpa International dengan komposisi PT AKU 20 persen dan Pabema 80 persen. Dalam surat Ketua BKPM 28 Juli 1980 yang ditandatangani Ismail Saleh selaku Sekretaris Kabinet dan Ketua BKPM disebutkan selambat-lambatnya 10 tahun sejak Juli 1978 saham PT AKU sudah harus mencapai 51 persen. Namun yang terjadi kemudian pada tahun 1987, Pabema BV menjual seluruh kepemilikannya kepada C&P Realty Inc. Panama, serta menunjuk wakilnya Mulia Group sebagai agen pemasaran Gedung Wisma Antara melalui PT Mulia Indoland. Kemudian pada tahun 2003 PT Anpa telah memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) sampai dengan tahun 2033. Dalam sidang kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 22 Mei 2006 soal tersebut juga telah dilaporkan LKBN ANTARA. Kemudian dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I dengan LKBN ANTARA pada 27 Juni diputuskan untuk membentuk Panja (Panitia Kerja) dan mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas atas pengelolaan Wisma ANTARA secepatnya, karena merupakan aset negara. Berdasarkan pengujian atas dokumen dan perhitungan yang dilakukan tim BPK-RI diperoleh indikasi penetapan nilai (harga) tanah HGB Wisma ANTARA seluas 6.408 meter persegi dalam modal PT Anpa International terlalu rendah (tidak sesuai harga sebenarnya). Harga perolehan/pengadaan tanah itu sebesar Rp220,68 juta atau 200.000 dolar AS. Sedangkan berdasarkan Anggaran Dasar PT Anpa International dalam akte notaris ditetapkan dalam modal dasar adalah nilai dolar AS yang ditetapkan 1 dolar AS dengan kurs Rp415. Dalam Anggaran Dasar Perseroan disebutkan modal dasar perseroan berjumlah Rp415 juta atau senilai 1 juta dolar AS dengan jumlah 100.000 lembar saham. Berdasarkan penilaian kurs dolar AS 1 dolar AS dengan kurs Rp415 seharusnya penilaian harga tanah senilai Rp220,68 juta dimasukan dalam penyertaan modal PT Anpa International dengan nilai 531.759,03 dolar AS (Rp220,68 juta/Rp415 per dolar AS). Dengan demikian terjadi kekurangan penilaian (underpricing) atas tanah milik PT AKU yang dimasukan dalam penyertaan modal PT Anpa International sebesar 331.759,03 dolar AS (531.759,03 dolar AS - 200.000 dolar AS). Selisih nilai harga sebesar 331.759,03 tersebut seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan atau memperbesar komposisi kepemilikan saham PT AKU kepada PT Anpa International sesuai dengan perjanjian sampai dengan 51 persen.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006