"Melalui pendidikan formal, kita bisa jadikan materi literasi digital sebagai mata kuliah atau bagian dari mata kuliah tertentu, baik mata kuliah umum ataupun khusus," katanya, di Mataram, Senin.
Ia menilai sangat penting memberikan materi dan kiat literasi digital baik kepada mahasiswa, ibu-ibu, maupun anak sekolah terhadap konten yang mereka lihat.
"Tips saya untuk mengetahui konten itu benar atau tidak adalah dengan memeriksa sumber resmi, kalau ragu bandingkan dengan media mainstream. Kalau itu tidak ada, bisa saja kontennya tidak benar," katanya.
Baca juga: Unram percepat penerbitan ijazah wisudawan untuk daftar CPNS
Baca juga: Konferensi SEACMD di Unram diikuti ratusan mahasiswa RI dan asing
"Bisa juga dengan memeriksa nama domain, verifikasi nama penulis, tanggal berita, hingga memeriksa foto maupun video yang beredar, karena bisa saja itu video lama, tapi di upload ulang," tambahnya.
Dia mencontohkan, masifnya pemanfaatan media sosial untuk berkampanye sudah dimulai sejak pemilu 2014, dan justru dinilai lebih berbahaya dibanding kampanye secara langsung di lapangan.
"Ini lebih berbahaya, karena mesin pencari ada algoritmanya yang kemudian memilahkan orang berdasarkan preferensi, berdasarkan minat. Misalnya sekali mengklik yang baik tentang Jokowi, maka seterusnya akan keluar yang baik-baik, begitupun sebaliknya," katanya
Ia menambahkan pola yang sama kemungkinan akan terulang pada pemilu 2024 mendatang, termasuk dengan mulai beredarnya berita hoaks hingga konten menyesatkan
"Ada konten yang seolah-olah benar padahal itu menyesatkan, dan bentuknya semakin canggih dan bermacam-macam, katanya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan dengan maraknya persoalan bangsa serta masifnya penggunaan media sosial sebagai media kampanye.
"Jangan sampai membuat mahasiswa apatis dalam menentukan nasib bangsa Indonesia lima tahun berikutnya," katanya.
Baca juga: HI Unram jalin pertukaran mahasiswa di Asia Tenggara dan Eropa Timur
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2023