Surabaya (ANTARA News) - Penetapan enam tersangka dalam kasus semburan gas disertai lumpur panas di lokasi pengeboran milik PT Lapindo Brantas Inc oleh Kepolisian Daerah Jatim, Selasa (4/7), dinilai mengecewakan karena tidak menyentuh pucuk pimpinan PT Lapindo Brantas atau pengambil kebijakan. Pernyataan itu disampaikan Anggota Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Syafruddin Ngulma Simeulue yang dihubungi di Surabaya, Rabu malam, terkait ditetapkannya enam tersangka kasus semburan lumpur panas. "Ternyata yang dijadikan tersangka hanya orang-orang yang berperan dalam teknis pengeboran. Mestinya polisi membidik pengambil keputusan atau direksi PT Lapindo Brantas dan semua pejabat dari instansi terkait yang berperan dalam proses keluarnya ijin explorasi sebagai tersangka," katanya. Polda Jatim, Selasa (4/7) secara resmi menetapkan enam tersangka dalam kasus semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, terdiri atas dua tersangka dari Lapindo Brantas Inc dan empat tersangka dari PT Medici Citra Nusa (subkontraktor pengeboran). Syafruddin Ngulma menyayangkan tindakan penyidik Polda Jatim yang hanya melihat ke bawah, sehingga yang terjerat cuma pelaku di tingkat operator. Mereka hanya menjadi tumbal dan pelengkap penderita, sementara para pelaku pada level pengambil keputusan tidak tersentuh sama sekali. "Kenyataan ini seolah membenarkan sikap sinis sebagian masyarakat bahwa hukum hanya tajam dan berwibawa jika menghadap ke bawah, tetapi tumpul dan loyo jika berhadapan dengan kekuatan kekuasaan dan pemilik modal," tegasnya. Tidak tersentuhnya pejabat PT Lapindo dan para pejabat yang berperan dalam penerbitan ijin eksplorasi dalam kasus ini, menurut Syafruddin, karena penyidik hanya menggunakan ketentuan-ketentuan dalam KUHP. Padahal seharusnya penyidik bisa menggunakan ketentuan dalam UU Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hukum, UU tentang hak asasi manusia, UU Migas dan peraturan lainnya. "Kalau saja penyidik tidak hanya terpaku pada ketentuan dalam KUHP, penyidik bisa membuat terobosan yang spektakuler yakni melacak kemungkinan adanya tangan tersembunyi yang ikut `bermain`," tambahnya. Bahkan, lanjut aktivis lingkungan kelahiran Aceh ini, bukan mustahil di balik bencana lumpur panas tersebut, ada "hidden agenda" (agenda tersembunyi) yang melibatkan pemodal asing yang berkepentingan untuk merevisi tata ruang dan penguasaan tanah di kawasan tersebut. "Disini kami kecewa, seharusnya penyidik tidak terjebak pada persoalan-persoalan teknis saja. Untuk mempertajam penyidikan, kami sarankan selain ada saksi ahli, penyidik juga membuka diri untuk diskusi dengan aktivis hukum, lingkungan, HAM serta aktivis lainnya," kata Syafruddin. Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja saat mengumumkan penetapan enam tersangka kasus lumpur panas PT Lapindo Brantas mengatakan penyidikan terhadap kasus ini dilakukan secara bertahap, begitu juga dengan jumlah tersangka dipastikan masih akan bertambah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006