Jakarta (ANTARA News) - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, MS Hidayat, mengusulkan dibentuknya Komite Investasi yang berwenang memberikan persetujuan investasi yang dapat langsung dilaksanakan. "Komite itu akan diketuai oleh Presiden dan anggotanya menteri terkait, mereka yang memutuskan tidak lagi mengandalkan birokrasi yang ada dan bisa langsung diaplikasikan. Itu untuk memperpendek jalur birokrasi," katanya usai rapat mengenai Rancangan Undang-undang Penanaman Modal (PM) bersama Komisi VI (bidang perdagangan, industri dan badan usaha milik negara) DPR RI, di Gedung DPR Jakarta, Rabu. Dengan demikian, jika investor besar datang maka bisa diambil keputusan dengan cepat. "Di negara lain investor besar langsung ditemui pemimpin negaranya dan langsung bisa diputuskan," ujarnya. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), lanjut dia, nantinya dapat berfungsi sebagai badan registrasi dan promosi investasi. Khusus mengenai RUU PM, Kadin menilai draft yang diajukan oleh pemerintah belum menarik bagi investor. "RUU yang diajukan `tawar`, belum menarik seperti yang diinginkan. Kalau memang tidak bisa lebih atraktif dan kompetitif kenapa tidak menggunakan UU yang lama,"katanya. Dalam draft tersebut,lanjut Hidayat, memang sudah terdapat pasal yang mengubah kewenangan BKPM dari memberi persetujuan menjadi tempat pendaftaran, namun institusinya harus ditata kembali dan diberi deskripsi kerja yang jelas. Sedangkan mengenai nasionalisasi, menurut Hidayat harus ada kepastian keberlangsungan usahanya sejak disetujui hingga saat mengakhiri investasi. "Harus ada perangkat yang jelas dan bila terpaksa dilakukan (nasionalisasi--red) harus melalui sistem penilaian secara bisnis dengan harga yang disepakati bersama,"jelasnya. Menurut dia, RUU PM juga harus secara khusus menyebutkan keberpihakannya kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) agar pertumbuhannya cepat dan nyata serta tidak terganggu kepentingannya. "UMKM selama ini menjadi retorika oleh pemerintah manapun tidak pernah secara konkrit UU atau aturannya bisa dilaksanakan sebagaimana yang diinginkan, akses kepada modal dan kepada manajemen itu sering kali lebih banyak didiskusikan dalam seminar tapi implementasinya sangat kurang,"katanya. Hidayat mengatakan pengusaha sepakat bahwa harus tetap ada sektor yang tertutup bagi investasi (negative list) seperti sektor pertahanan atau sektor yang membahayakan kepentingan umum. Ia menekankan pentingnya insentif bagi sektor tertentu dan bagi investor yang mau beinvestasi di daerah terpencil dengan minim infrastruktur. "Harus ada insentif apakah itu bentuk tax allowance, tax holiday, atau apa. Prinsipnya yang diberi insentif itu sektor industri mana yang dalam waktu dekat diprioitaskan, juga daerahnya. Misal ada investor yang mau masuk di sektor yang diinginkan seperti perkebunan dan pertanian yang lokasinya jauh dan infrastruktur miskin adalah sangat fair jika diberi insentif,"jelasnya. Dengan demikian, akan ada pemerataan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak terfokus di pulau Jawa saja. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi menyatakan hal senada. "RUU PM harus lebih baik dari sebelumnya. Saat ini, investor tidak antusias karena tidak melihat ada yang baru dalam uu ini, kita perlu lihat saingan negara kita,"ujarnya. Pada kesempatan terpisah, Kepala BKPM, M. Lutfi mengatakan tim nasional Kawasan Ekonomi Khusus yang dipimpinnya sedang mempersiapkan paket UU pajak dan kepabeanan sebagai dasar hukum pemberian insentif. Ia menegaskan bahwa insentif yang diberikan bagi invesor di kawasan ekonomi khusus nantinya meski bukan berbentuk tax holiday namun bentuk insentif baru yang belum pernah dikerjakan. Lutfi memastikan dengan insentif baru itu, Indonesia dapat lebih kompetitif bukan hanya sekarang namun juga pada masa yang akan datang.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006