Caracas (ANTARA News) - Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Senin, menempatkan sekitar tiga ribu prajurit di jalan-jalan ibu kota Caracas untuk menindak merajalelanya kejahatan yang telah membuat negara OPEC itu menjadi salah satu negara yang paling berbahaya di dunia.

Rencana "Pengamanan Tanah Leluhur" itu adalah upaya baru untuk menurunkan tingkat kejahatan dengan kekerasan di ibu kota setelah hampir 20 usaha serupa dilakukan dalam masa 14 tahun kepemimpinan pemimpin sosialis Hugo Chavez, lapor Reuters.

"Militer kami turun ke jalan-jalan untuk melindungi rakyat," kata Maduro dalam pidatonya kepada polisi dan pasukan militer yang disiarkan langsung di televisi negara.

"Saya meminta Anda untuk melayani negara Anda. Ini harus lebih dari patroli. Ini harus komitmen dari hati nurani, gairah, dan cinta."

Berdasarkan rencana ini akan dibuat sekitar 500 pos pemeriksaan dalam beberapa bulan mendatang di seluruh penjuru kota. Sekitar sembilan ribu petugas polisi saat ini tengah menjalani pelatihan dan sekitar 1.600 petugas Garda Nasional nantinya akan mengikuti program ini.

Pihak oposisi telah kembali menyebut rencana itu sebagai upaya setengah matang untuk menindak kejahatan, yang telah menjadi perhatian utama dari semua lapisan masyarakat Venezuela.

Data resmi menunjukkan bahwa lebih dari 16 ribu orang tewas di Venezuela pada tahun 2012, meningkat 14 persen dari tahun sebelumnya dan tingkat pembunuhan 55,2 per 100 ribu penduduk, salah satu yang tertinggi di dunia. Untuk tahun ini saja jumlah yang tewas mendekati 3,4 ribu orang.

Organisasi-organisasi non-pemerintah yang melacak laporan kekerasan menyebutkan bahwa data tahun 2012 itu sebenarnya di atas 21 ribu. Pemerintah menuduh media dan pihak oposisi membesar-besarkan masalah dan menciptakan "sensasi ketidakamanan" untuk kepentingan politik.

Suatu kelompok HAM terkemuka mengkritik rencana baru itu dengan alasan bahwa militer dilatih untuk berperang dan untuk mengendalikan ketertiban umum, bukan untuk mencegah kejahatan.

Chavez sendiri sangat kritis terhadap pemerintahan sebelumnya yang menggunakan militer untuk membubarkan demonstrasi atau protes.

Ratusan dan mungkin ribuan orang tewas ketika militer menindak keras kerusuhan yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak pada 1989, menciptakan stigma abadi tentang penggunaan pasukan untuk mengendalikan warga sipil.

"Militer sangat berbeda sekarang," kata Maduro, Jumat ketika ditanya tentang potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi regional Telesur.

Maduro menghadapi situasi yang sulit setelah menang tipis dalam pemilihan umum bulan lalu, yang dipicu oleh kematian Chavez.

Dia meraih suara yang lebih sedikit dari kemenangan gemilang mantan bosnya dalam pemilihan umum, dengan hanya memperoleh selisih 1,5 poin dari pesaingnya. Namun pihak oposisi telah menolak untuk mengakui hasil itu.

Kejahatan dianggap sebagai salah satu kelemahan terbesar dari pemerintahan Chavez, yang secara luas dikagumi karena perluasan akses untuk kesehatan, investasi di bidang pendidikan dan pemberian subsidi 
bahan makanan untuk orang miskin.

Kementerian Dalam Negeri mengakui bahwa sebagian besar dari perampokan, pembunuhan dan penculikan dilakukan oleh "mafia" yang ada di dalam organisasi kepolisian itu sendiri.

Para ahli mengatakan masalah ini berakar pada sistem keadilan yang tidak berfungsi, kondisi kerja petugas polisi yang buruk, dan penjara yang kacau dan dikendalikan geng.

Maduro, seorang mantan sopir bus berusia 50 tahun, mengatakan ia juga akan membatasi program televisi yang mempromosikan kekerasan dan "kultus senjata." (G003/AK)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2013