Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM menyiapkan dana sebesar Rp4 miliar untuk skim pembiayaan resi gudang yang nantinya bisa dijadikan sebagai alternatif pembiayaan bagi petani dan KUKM dengan menggunakan hasil usahanya. Deputi Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kemenkop dan UKM Choirul Djamhari kepada pers di Jakarta, Jumat, mengatakan, dengan adanya alternatif pembiayaan ini, petani tetap dapat melanjutkan kegiatan produksi atau pengembangan usahanya tanpa perlu menunggu hingga produknya terjual di tingkat harga yang diharapkan. Dana sebesar Rp4 miliar itu, lanjutnya, akan dijadikan menjadi semacam penjaminan terhadap komoditi yang diserahkan petani atau koperasi. Para petani atau koperasi nantinya akan memperoleh dana yang nilainya 70 persen dari harga pasar komoditas tersebut. Dana penjaminan itu, menurut dia, bisa dimanfaatkan oleh petani, kelompok tani dan koperasi serta UKM lainnya, sementara komoditas yang bisa diagunkan adalah gabah, beras, jagung, gula pasir, kacang kedelai dan pupuk. Komoditas lainnya juga bisa asal memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. "Mekanismenya, kita membeli komoditas dan kemudian diberikan harga pasar sebesar 70 persen, dan sisanya nanti akan dtangguhkan saat harga normal kembali dengan dikurangi biaya premi, sewa gudang dan lainnya," katanya. Pembiayaan resi gudang diberikan dalam bentuk fasilitas modal kerja dengan agunan berupa ketersediaan komoditas UKM itu sendiri. "Jadi barang atau komoditas yang disimpan di gudang punya nilai ekonomi dan bisa diagunkan. Selama ini kita main-main dengan jaminan berupa uang, kita kini masuki era lain yaitu penjaminan berupa komoditas," katanya. Sementara mengenai volume transaksi minimal dari jenis komoditas yang memenuhi skala ekonomis untuk dibiayai dengan sistem resi gudang adalah gabah kering simpan 14 ton, beras, jagung, dan gula pasir masing-masing tujuh ton, pupuk tiga ton, dan kacang kedelai tujuh ton. Untuk komoditas lannya akan berdasar kesepakatan antara penyelenggara pasar lelang spot yang telah dikoordinasikan dengan Lembaga Kliring Berjangka (LKB). Sedangkan jika volume transaksi tidak memenuhi jumlah minimal maka transaksi bisa dilakukan secara berkelompok. Untuk plafond pembiayaan, Choirul mengatakan, sebesar Rp100 juta/transaksi untuk KUKM, sementara untuk kelompok atau koperasi bisa lebih besar dari jumlah tersebut dengan ketentuan lokasi usaha yang dibiayai mengelompok, komoditasnya sama dan jumlah individu yang berkelompok harus lebih besar dari 20 orang. Mengenai jatuh tempo pengembalian pembiayaan, ia mengatakan maksimum sebesar tiga bulan per satu siklus dan dapat diperpanjang sampai dengan enam bulan. Peran Kemenkop UKM dalam program ini hanya terbatas pada penyediaan dana penjaminan, sementara soal teknis diserahkan ke Departemen Perdagangan dan instansi terkait lain. Sementara Direktur Utama Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Surdiyanto Suryodarmodjo menjelaskan bahwa dengan disahkannya UU Resi Gudang maka komoditas petani bisa dijadikan agunan di bank. "Bagi bank jika ini bisa diagunkan maka Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) tidak 100 persen, tapi 50 persen karena mereka dianggap diberikan surat berharga," katanya. Selama ini PPAP-nya dianggap 100 persen dan menyebabkan bank tidak begitu saja bisa memberikan kredit karena PPAP-nya tidak terlalu tinggi. Resi Gudang ini juga bisa dialihkan, diperjualbelikan di pasar fisik dan pasar sekunder. Sementara berkaitan dengan dana penjaminan dari Kemenkop dan UKM, menurut dia, petani yang akan memanfaatkannya tidak akan kehilangan komoditasnya. "Barangnya masih milik petani, kalau nanti harganya membaik, petani tidak akan kehilangan peluang menikmati kenaikan harga. Tapi kalau dia langsung jual, dia tidak dapat lagi," katanya. Peran KBI sendiri, menurut dia, akan melakukan registrasi yang juga menyediakan sistem dan informasi pelaksanaannya. "Kita akan memonitor apakah pelaksanaan pemberian agunan itu juga dapat dipastikan pinjamannya kembali atau tidak," katanya. Dana yang disediakan itu, lanjutnya, tidak untuk dihabiskan tapi dikembangkan. "Kalau dari hasil pinjaman petani membayar sebagian dari keuntungannya dibayarkan untuk mengembalikan dana dan pembagian keuntungan bisa membesar dan bisa diberikan ke lainnya," katanya. Ia mengatakan, sistem ini pernah dicoba di Indramayu dan Majalengka dengan dana Rp45 juta dimana setiap petani memperoleh Rp6 juta, dan sekarang dana itu sudah bisa bergulir dan mencapai Rp72,5 juta dalam enam bulan.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006