Bandarlampung (ANTARA News) - Risman Sesunan (62), mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung dituntut 1,5 tahun penjara, karena melakukan tindak pidana korupsi pemotongan dana insentif sebesar Rp300 juta.

"Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa penuntut umum (JPU) A. Kohar saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang di Bandarlampung, Selasa.

JPU mengatakan, selain penjara 1,5 tahun terdakwa juga didenda Rp50 juta subsidair tiga bulan penjara.

"Untuk uang pengganti tidak ada, sebab terdakwa telah mengembalikan uang sebesar Rp26 juta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan olehnya," kata jaksa Kohar.

Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Binsar Siregar, terungkap uang Rp300 juta yang diduga digunakan untuk menguntungkan diri sendiri ternyata digunakan oleh Risman untuk pembelian sejumlah barang guna keperluan kantor.

Berdasarkan pengecekan lapangan yang dilakukan, hal yang dinyatakan Risman memang benar dan penggunaan uang itu juga dapat dibuktikan dengan sejumlah kuitansi resmi.

Berdasarkan fakta persidangan keterangan saksi salah satunya mantan bendahara Dispenda Jamilah yang meringankan Risman.

Menurut Jamilah, mantan kepala dinasnya itu tidak melakukan pemotongan, mengingat insentif yang tidak diterima penuh oleh pegawai Dispenda berdasarkan musyawarah yang dilakukan dan tanpa paksaan.

Dalam dakwaan, JPU menyatakan Risman telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan terdakwa sebagai pengguna anggaran dengan mengalokasikan atau menggunakan uang insentif untuk kepentingan pribadi terdakwa atau orang lain.

"Perbuatan terdakwa telah melanggar UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yakni dalam pasal 171 ayat 1, 2, 3 PP RI No. 69 Tahun 2010 tanggal 18 Oktober 2010 tentang Tata Cara Pemberian serta Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 3 ayat 1 dan 2 serta melanggar Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/641/III.18 November 2010 yang mengatur besarnya pembayaran insentif," kata JPU pula.

Dia menjelaskan, dugaan korupsi yang dilakukan Risman diambil dari dana insentif pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB), pajak air permukiman tanah (APT), dan pajak air bukan tanah (ABT) yang dicairkan hingga 29 November 2010 sebesar Rp4 miliar.

Terdakwa diduga telah memerintahkan Desi Sulianti selaku bendahara pengeluaran Dispenda Lampung untuk mencairkan dana insentif PKB, BBNKB, PBBKB, APT, dan ABT yang ada dalam APBD Lampung.

Atas perintah itu, Desi melengkapi administrasi pencairan dengan membuat surat-surat sebagai syarat dalam pencairan dana insentif.

Sesuai hasil rapat pada November 2010, seluruh pegawai tidak keberatan bila sisa dana insentifnya itu disisihkan untuk kepentingan kantor dan kepentingan bersama pegawai.

Berdasarkan itu, Desi selaku bendahara pengeluaran Dispenda mengalokasikan sisa dana untuk sharing USO (universal service obligation) Rp60 juta, honor pegawai tetap harian lepas atau PTHL untuk dua bulan Rp133 juta, honor tenaga kerja sukarela atau TKS untuk dua bulan Rp20 juta, dan keperluan kantor Rp26 juta, sehingga totalnya Rp240 juta.

"Dengan ini, berarti sisa dana yang belum dialokasikan oleh Desi untuk kepentingan kantor dan kepentingan bersama pegawai adalah Rp300 juta. Jumlah ini didapat dari selisih antara Rp540 juta dengan Rp240 juta," kata dia.

Masih ada sisa dana Rp300 juta, ujar Kohar, terdakwa Risman memintanya dari Desi dengan alasan untuk biaya operasional Kadispenda. Desi lantas memberikan dana itu pada 30 November 2010.

"Ternyata Rp300 juta itu digunakan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya Rp26 juta dan sisanya Rp273 juta digunakan untuk keperluan macam-macam yang pasti digunakan untuk memperkaya dirinya atau orang lain," kata jaksa itu lagi. (RB*B014/M019)

Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013