Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) kembali mengingatkan bahwa kondisi kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bank-bank BUMN menunjukkan indikasi yang kurang menggembirakan sehingga perlu mendapat perhatian serius. "Kalau kita perhatikan NPL di beberapa bank BUMN, indikatornya menunjukkan masalah itu harus menjadi keprihatinan dan perhatian kita semua," kata Deputi Gubernur BI Maman H Somantri di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin. Ia menyebutkan, rasio NPL gross Bank Mandiri dan Bank BNI berada jauh di atas rata-rata kondisi nasional yaitu untuk Bank Mandiri sebesar 27 persen sementara Bank BNI sebesar 16,6 persen. Sementara NPL netto-nya untuk Bank Mandiri sebesar 15,8 persen dan Bank BNI sebesar 8,0 persen. Sementara NPL gross Bank BRI dan Bank BTN masing-masing sebesar 5,0 persen dan 5.8 persen. Dan NPL netto keduanya di bawah 5,0 persen. Maman menjelaskan, secara gross NPL perbankan secara nasional turun dari 9,4 persen pada triwulan I 2006 menjadi 8,8 persen pada Mei 2006. "Ini adalah NPL gross secara industri keseluruhan, sedangkan secara netto NPL perbankan turun dari 5,6 persen (triwulan I 2006) menjadi 5,1 persen (Mei 2006)," kata Maman. Maman menyebutkan, di Bank Mandiri, sebanyak 30 debitur menyumbang sekitar 60 persen NPL di bank hasil merger itu. Sementara di Bank BNI, 40 debitur menyumbang sekitar 57,5 persen NPL bank berlambang angka 46 itu. Dari sisi segmen market, kredit macet di dua bank itu adalah berupa kredit korporasi. Sebanyak 30 debitur di Bank Mandiri dan 40 di Bank BNI adalah korporasi. "Sedangkan dari sektor usaha, yang mendominasi Kredit macet adalah kredit di sektor industri," kata Maman. Menurut dia, berbagai pembahasan telah dilakukan berbagai pihak berkompeten untuk memperbaiki aturan hukum yang dinilai menghambat penyelesaian NPL di bank-bank BUMN. "Perbaikan aturan itu misalnya menyangkut batasan aset negara yang dipisahkan sebatas pada modal negara yang ditempatkan, sehingga definisi piutang negara kepada BUMN hanya sebatas nilai penyertaan modal pemerintah kepada BUMN. Dengan demikian piutang perusahaan negara menjadi piutang korporasi yang tunduk kepada hukum privat," kata Maman.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006