Surabaya (ANTARA News) - Dua tersangka kasus luapan lumpur Lapindo dari PT Medici Citra Nusa (kontraktor pengeboran), yakni Ir Rahenold (drilling supervisor) dan Slamet Ryanto (drilling project manager), diperiksa di ruang Satuan Pidana Tertentu (Pidter) Mapolda Jatim hingga malam hari. Didampingi kuasa hukum PT Medici Citra Nusa, Durahpati Sinulingga SH, kedua tersangka tiba di Mapolda Jatim di Surabaya, Selasa sekitar pukul 10.30 WIB dan mulai menjalani pemeriksaan pukul 11.00 WIB, namun hingga pukul 21.00 WIB belum ada tanda-tanda segera berakhir. "Rasanya, pemeriksaan klien saya masih lama, karena Pak Rahenold saja sudah dicecar dengan 100 pertanyaan lebih, tapi tampaknya belum cukup," ujar Durahpati di sela-sela mendampingi pemeriksaan kliennya. Namun, ketika ditanya materi pemeriksaan, Durahpati mengelak. "Itu kewenangan penyidik, tapi secara umum, pertanyaan untuk klien saya berkisar masalah drilling (pengeboran) secara teknis," ungkapnya. Tentang dua kliennya yang mangkir dalam pemeriksaan 10 Juli lalu, yakni Slamet BK dan Subie yang sama-sama drilling supervisor, ia menjamin keduanya akan memenuhi panggilan kedua pada 17 Juli mendatang. "Kalau dua staf PT Medici (Slamet BK dan Subie) itu tidak memenuhi panggilan polisi pada Senin (10/7) lalu, bukan berarti mangkir, tapi mereka tidak tahu ada panggilan dari kepolisian, sebab Subie ada di Balikpapan dan Slamet BK di Palembang," katanya. Menurut dia, kedua tersangka itu pulang, karena mereka merupakan tenaga kontrak yang memang harus pulang setelah proyek pengeboran selesai. "Mereka dipanggil dengan surat panggilan dikirimkan ke kantor kami di Jakarta, sedangkan kami masih kesulitan melacak mereka secara cepat," ungkapnya. ANTARA mencatat, Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja menetapkan enam tersangka pada 4 Juli 2006, yakni empat orang dari PT Medici dan dua tersangka dari Lapindo Brantas Inc. Namun ke-enam tersangka itu dari level pelaksana lapangan. Keenam tersangka itu dijerat tim penyidik dengan pasal 187 dan 188 KUHP, pasal 41 dan 42 UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta pasal 94 UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air. Pasal 187 KUHP tentang menyebabkan banjir lumpur dengan sengaja dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara untuk ayat 1-c dan ancaman 15 tahun penjara untuk ayat 2-c. Untuk pasal 188 KUHP tentang menyebabkan banjir lumpur, akan diancam lima tahun penjara. Untuk pasal 41 dan 42 ayat 1 dan 2 UU 23/1997 tentang lingkungan hidup serta pasal 94 UU 7/2004 tentang sumberdaya air tentang pencemaran sumber air (sumur warga) akan diancam 18 bulan (satu tahun enam bulan) penjara dan atau denda Rp300 juta.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006