Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku sengaja membuat iklim yang kompetitif antardaerah agar kepala daerah bisa berlomba-lomba menekan laju inflasi.

“Persoalannya adalah leardership kepala daerah. Untuk itu, kita lakukan zoom meeting tiap minggu kita bacakan yang tertinggi dan daerah. Kita ingin membuat iklim yang kompetitif antardaerah,” kata Mendagri dalam acara Gerakan Pangan Murah Serentak, di Kantor Badan Pangan Nasional (Bapanas), di Jakarta, Senin.

Mendagri mengatakan bahwa sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), penanganan inflasi di daerah dilakukan layaknya penanganan COVID-19 yang harus dipantau secara berkala. Oleh karenanya, satgas pangan daerah selalu mengecek harga 12 bahan pokok pangan di pasar-pasar. Jika terdapat kenaikan, maka harus segera dilakukan intervensi untuk melihat penyebab kenaikan.

“Kalau ada kenaikan segera lakukan intervensi cek apa yang kurang. Artinya stoknya yang kurang, pasokan kurang atau distribusi yang macet. Itu harus dilakukan langkah-langkah untuk mengatasi, beda-beda antarsatu daerah dengan daerah lain,” ujarnya pula.

Intervensi untuk menekan laju inflasi tersebut, katanya lagi, bisa dilakukan dengan menggunakan anggaran dari Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian maupun anggaran belanja tidak terduga.

Bagi daerah yang berhasil mengendalikan inflasi, pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan memberikan insentif. Sedangkan bagi kepala daerah yang tidak mampu mengendalikan inflasi akan mendapat ganjaran berupa teguran, publikasi melalui media hingga turunnya elektabilitas. Kemudian khusus bagi penjabat (Pj) akan mendapat ancaman pencopotan dari jabatan.

“Kepala daerah ada dua macam. Ada yang hasil pilkada, ada yang Pj dan separuh sudah Pj dari 514 kabupaten/kota. Dan Pj-Pj ini, saya memasukkan variabel kemampuan menangani inflasi untuk bisa diperpanjang atau diganti,” katanya lagi.

Salah satu contoh Pj yang telah dicopot akibat tidak mampu mengendalikan inflasi adalah Pj Wali Kota Cimahi Dikdik Suratno Nugrahawan. Tito menjelaskan, mantan Wali Kota Didik terbukti tidak mampu mengendalikan inflasi pada Mei, Juni, dan Juli yang membuat Cimahi menjadi penyumbang inflasi tertinggi selama dua kali di Pulau Jawa.

“Mei sudah masuk 10 besar (inflasi tinggi) kabupaten/kota se-Jawa. Kan Jawa Timur 38 kabupaten/kota, Jawa Tengah 33, Jawa Barat kalau tidak salah 29. Tambah lagi DKI Jakarta dan Banten. Artinya lebih dari 100 kabupaten/kota masuk, Mei, Juni, Juli. Mei rangking 10 besar, bahkan tertinggi inflasinya Juni juga tertinggi, di bulan Juli, dua kali nomor 1 tertinggi," ujarnya pula.
Baca juga: BI: Pengendalian inflasi Aceh makin membaik, peringkat kedua Sumatera
Baca juga: Presiden Jokowi identifikasi 15 daerah dengan inflasi di atas nasional


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2023