Kandahar, Afghanistan (ANTARA News) - Taliban hari Jumat mengaku bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di Afghanistan selatan yang menewaskan tujuh prajurit Georgia dan mencederai sembilan lain.

Pemimpin militer Georgia mengumumkan kematian ketujuh prajurit itu Kamis dengan mengatakan, mereka tewas dalam serangan bom truk di luar pangkalan militer di provinsi bergolak Helmand.

"Tujuh prajurit tewas ketika seorang teroris bunuh diri" meledakkan sebuah truk berisi bom di luar pangkalan militer Georgia di provinsi Helmand, Afghanistan, kata Jendral Irakli Dzneladze, kepala staf angkatan darat Georgia, pada jumpa pers.

Taliban mengklaim serangan itu dalam sebuah pernyataan di situs berita "Suara Jihad" mereka.

"Serangan itu berlangsung sekitar pukul 16.00 ketika seorang pahlawan Emirat Islam meledakkan truknya yang berisi bom dengan tugas berat di dalam sebuah pangkalan besar ISAF, yang terletak di jalan di daerah Angrak Karez" di distrik Nawzad di provinsi Helmand, kata pernyataan itu.

Dengan kematian mereka, jumlah prajurit Georgia yang tewas di Afghanistan menjadi 30 sejak negara itu mengirim personel militer untuk Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF).

Georgia mengumumkan Jumat sebagai hari berkabung nasional dan Menteri Pertahanan Irakli Alasania mempersingkat lawatannya ke Brussel untuk pergi ke Afghanistan atas permintaan perdana menteri, kata seorang penasihat pemerintah Georgia kepada AFP.

Pada 13 Mei, tiga prajurit Georgia tewas dalam serangan bunuh diri serupa terhadap pangkalan mereka di Afghanistan selatan.

Georgia menempatkan 1.570 prajurit yang bertugas di provinsi Helmand, Afghanistan, yang membuat negara kecil Kaukasus berpenduduk 4,5 juta orang itu menjadi penyumbang terbesar non-NATO bagi ISAF, menurut kementerian pertahanan.

Taliban pada April meluncurkan "ofensif musim semi" tahunan mereka dengan janji melancarkan serangan-serangan bom bunuh diri untuk menimbulkan korban maksimum dan memperingatkan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah agar menjauh.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan, demikian AFP.

(M014)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2013