Medan (ANTARA News) - Konflik politik dan bersenjata yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia saat ini disikapi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan mengajak para pemimpin dunia untuk menahan diri agar umat manusia terhindar dari pertikaian bersenjata, apalagi perang. "Di berbagai belahan dunia kini banyak konflik terjadi. Di Jalur Gaza antara Israel dan Palestina, di Semenanjung Korea, dan banyak tempat lagi. Indonesia mengajak semua pemimpin negara untuk tetap mampu menahan diri guna mencegah konflik, kekerasan, apalagi perang terbuka," katanya, di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Kamis petang. Yudhoyono menegaskan, dari semua konflik dan peperangan yang telah terjadi dan bisa terjadi jika para pemimpin negara tidak bisa menahan diri, selalu umat manusia yang menjadi korban. Dari semua pergolakan politik dan keamanan di banyak belahan dunia itu, katanya, Indonesia tetap akan memainkan peran internasionalnya sesuai amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu menegakkan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia, katanya, memiliki kesempatan besar untuk memainkan peranan itu sekalipun banyak sekali masalah dan bencana terjadi di dalam negeri yang memerlukan penanganan serius serta sumber dana besar. Belakangan, Indonesia dipercaya sementara negara untuk menyampaikan pesan kepada Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, agar mengurungkan kebijakannya soal persenjataan nuklir setelah negara komunis di Asia Timur itu mengujicobakan peluru kendali Tekodong-2. Uji coba nuklir itu menyesakkan sejumlah negara yang berbatasan langsung dengan negara itu. Negara yang paling gerah dengan langkah itu adalah Jepang, yang secara khusus mengirim ketua asosiasi parlemennya ke Istana Merdeka. Utusan khusus itu menyampaikan pesan Perdana Menteri Junichiro Koizumi kepada Kim Jong-il agar negara itu mau kembali ke meja perundingan enam pihak, yaitu kedua Korea, Rusia, Uni Eropa, Jepang, China, dan Amerika Serikat. Dari enam pihak itu, cuma China yang cenderung memaklumi kebijakan dan langkah Korea Utara soal penguasaan teknologi persenjataan nuklir itu. Semula Indonesia menjdualkan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Pyongyang dan Seoul untuk suatu keperluan di luar kepentingan nuklir itu. Namun karena konflik persenjataan itu meluas dan menginginkan Yudhoyono menyampaikan pesan, maka salah satu misi kunjungannya adalah soal persenjataan itu. Guna merintis misi tersebut, Yudhoyono mengirim duta khusus, Nana Sutresna, agar berbicara dengan Kim Jong-il. Akan tetapi, Kim tetap berkeras dengan kebijakannya sehinga Yudhoyono memutuskan membatalkan kunjungan itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006