Jakarta, (ANTARA News) - Disahkannya Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU PA) diharapkan akan mampu menyelamatkan wilayah hutan di kawasan ekosistem Leuser yang merupakan benteng pertahanan ekologis pembangunan berkelanjutan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). "Pasal-pasal dalam UU PA mengharuskan lima konsesi Hak Pengelolaan Hutan (HPH) di kawasan ekosistem Leuser melakukan penyesuaian kembali selambat-lambatnya 6 bulan sejak UU tersebut diundangkan," kata Koordinator Nasional Greenomics Indonesia Vanda Mutia Dewi dalam siaran persnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat (14/7). Dengan adanya UU PA, Vanda berpendapat bahwa MoU antara Menteri Kehutanan dan Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR), yang sepakat mengutamakan pemanfaatan sumber bahan kayu dari potensi wilayah Aceh, harus ditinjau kembali karena mayoritas konsesi HPH skala besar tersebar di dalam kawasan ekosistem Leuser. Menurut Vanda, untuk memenuhi pemenuhan bahan baku kayu untuk rekonstruksi di Aceh sebaiknya tidak dilakukan dengan mengaktifkan kembali HPH. Cara lain yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut seperti impor kayu, pemanfaatan hutan tanaman, hutan rakyat, dan memobilisasi kerjasama dengan HPH-HPH di luar Aceh, terutama yang memiliki kinerja baik di luar Aceh. Dia menegaskan, tidak boleh ada negosiasi atau kompromi untuk mengaktifkan kembali HPH-HPH di kawasan ekosistem Leuser karena telah dilarang UU PA. "Ini merupakan momentum terbaik untuk menyelamatkan hutan ekosistem Leuser yang merupakan amanat para tokoh dan pemimpin Aceh sejak 1934," katanya. Vanda mengungkapkan, sebenarnya kawasan ekosistem Leuser bisa mendatangkan devisa negara melalui mekanisme perdagangan karbon (`carbon trade`) dan pengalihan sebagian utang luar negeri Indonesia dalam jumlah tertentu untuk pembangunan berkelanjutan di Aceh (`debt-for-nature swap`). Berdasarkan studi yang dilakukan Greenomics Indonesia, potensi devisa dari perdagangan karbon yang tidak merusak hutan di kawasan ekosistem Leuser bisa mencapai setidaknya 200 juta dolar AS atau setara Rp1,8 triliun per tahun. Kawasan ekosistem Leuser, yang memiliki luas 2,7 juta hektar, merupakan penyuplai utama penyediaan air bersih bagi lebih dari 4 juta penduduk Aceh dan Sumatera Utara. Selain itu, lebih dari 3 ribu industri kecil, menegah, dan besar di Aceh dan Sumatera Utara bergantung dari pasokan air dari kawasan tersebut.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006