Jakarta, (ANTARA News) - Ruang terbuka hijau menjadi salah satu hal penting dalam kualitas udara perkotaan, ketersediaan ruang terbuka hijau dalam jumlah tertentu berdasarkan luas wilayah kota turut menentukan kualitas udara yang terkait dengan indikator kesehatan warga kota. "Sayangnya dalam sudut pandang kami dari Litbang, pemerintah DKI Jakarta tidak dapat menjawab berapa besar Ruang Hijau Terbuka saat ini yang ada di Jakarta," kata Kepala Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Hasbi Azis. Dalam nomor 6 tahun 1999, luas RTH ideal bagi DKI Jakarta ditetapkan sebesar 13,94 persen dari luas wilayah keseluruhan sekitar 684.706,6 hektar, sehingga Dinas Pertamanan bekerja sama dengan instansi terkait berupaya memenuhinya untuk kepentingan masyarakat. Pada 2005, ruang terbuka hijau termasuk taman di DKI Jakarta telah mencapai 9.242 ha, sedangkan RTH ideal yang hendak dicapai seluas 9.544,81 ha yang ditargetkan terpenuhi pada 2010. "Pada saat penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk mengetahui RTH digunakan pemotretan udara, namun yang belum dicapai kata sepakat adalah bagaimana definisi dari RTH itu," ujar Hasbi. Ia mencontohkan apakah sawah termasuk ke dalam RTH atau tidak, demikian pula dengan seorang warga menanam satu pohon yang disebut tegakkan pohon sudah dikategorikan RTH, belum ada kesepakatan yang jelas. "Hingga saat ini Pemprov belum menyampaikan revisi RTRW tersebut. Menurut Dinas Tata Kota masih berada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta," tuturnya. Menurut Hasbi, saat ini yang paling penting harus dilakukan oleh Pemprov DKI adalah menentukan identitas Jakarta. Identitas kota menentukan bagaimana prioritas program dari pemerintah daerah. "Sekarang ini kan tidak jelas. Dalam suatu kesempatan ketika meresmikan taman Monas, Gubernur DKI menyatakan Jakarta sebagai kota Taman, namun di kesempatan lain berbagai julukan bagi Jakarta pun bermunculan seperti kota Jasa, kota Perdagangan dan lainnya. Ini membingungkan," katanya. Bila memang Jakarta ditetapkan sebagai kota Taman maka konsekuensinya, masih menurut Hasbi, ruang terbuka hijau menjadi prioritas dalam setiap program pemerintah daerah. Kesulitan Dana Walaupun telah ditetapkan RTH ideal bagi Jakarta sebesar 13,94 persen dari keseluruhan wilayah Jakarta, namun diakui oleh Kepala Dinas Pertamanan DKI Jakarta Sarwo Handayani pihaknya belum dapat menentukan kapan target itu akan tercapai. "Sekarang ini sudah hampir mencapai 10 persen. Setiap tahun kita berusaha menambah keberadaannya. Tentunya untuk mewujudkannya perlu kerjasama dengan dinas lain seperti pertanian, olahraga dan pemakaman," ujar perempuan yang akrab dipanggil Yani itu. Kesulitan yang terbesar dalam menambah keberadaan RTH di Jakarta adalah dana. "Kita ketahui harga tanah di Jakarta semakin mahal, jadi untuk mengubahnya kembali menjadi lahan hijau biayanya tidak kecil," tegas Yani. Sebagai contoh, untuk mengubah stadion Menteng di Jakarta Pusat menjadi ruang terbuka hijau diperlukan anggaran Rp32 miliar dari APBD DKI 2006. Dalam rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta, Stadion Menteng yang berdiri di lahan seluas 24.276 meter persegi itu akan diintegrasikan dengan Taman Situbondo seluas 3.013 meter persegi yang kemudian akan menjadi satu kesatuan Taman Menteng. Sebagian besar taman tersebut akan digunakan sebagai ruang terbuka hijau dan hanya sekitar 1.600 meter persegi saja yang akan dijadikan satu gedung berlantai tiga yang mengintegrasikan lapangan parkir 200 mobil, kantor pengelola, toilet dan tempat usaha 17 pedagang eks stadion Menteng. "Menurut hemat saya angka 13,94 persen itu tercapai kalau seluruh Jakarta sudah terbangun. Jadi berapapun luas Jakarta nanti, angka itu akan tetap jadi RTH. Kapan akan tercapai?, ya kalau semua Jakarta sudah terbangun," katanya. Dinas Pertamanan mengklaim sejak tahun 2001 telah aktif meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH dan membangun taman interaktif, seperti Taman Interaktif Johar Baru, Ciracas, Islamic Centre Koja dan sejumlah taman yang tersebar di sekitar 75 lokasi. Pada 2005 juga diklaim telah berhasil menata kembali sejumlah taman kota seperti Taman Hutan Kota Kampung Sawah, Taman Meruya, Taman Permata Hijau dan Taman Air Mancur Empang Grogol. Badan Pengendali Ruang terbuka hijau membutuhkan adanya badan pengendali atau pengelola sehingga terjamin keberadaannya. "Selama ini kerap terjadi bila ada lampu taman yang rusak terjadi kebingungan siapa yang harus memperbaikinya. Ternyata itu tugas Dinas Penerangan Jalan Umum, begitu juga ketika drainase di taman itu bermasalah ternyata tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum," kata Hasbi. Dia menilai seharusnya ada dinas khusus yang ditunjuk untuk mengurus RTH tersebut sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Di Manila RTH dikelola oleh Tata Kota, sementara di kota lainnya ada yang dikelola oleh Dinas Kebersihan. Saat ini Walhi hanya berkonsentrasi terhadap fungsi ekologis RTH yang telah ada. Hasbi menyatakan yang paling penting dalam sudut pandang Litbang adalah bagaimana Pemprov dapat menentukan 13,94 persen RTH yang ditargetkan adalah tanggung jawab pemprov atau termasuk swasta dan perorangan. "Seperti taman di Kedutaan Besar Amerika atau lahan hijau yang dibuat Hotel Borobudur di dekat lapangan Banteng apakah termasuk 13,94 persen RTH atau bukan," tanya Hasbi. Namun lebih jauh dia menyatakan ada baiknya 13,94 persen itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab Pemda dan ada porsi lain untuk pembangunan RTH yang dilakukan oleh swasta atau perorangan.(Panca Hari Prabowo)

COPYRIGHT © ANTARA 2006