Pangandaran (ANTARA News) - Madhusni (70) hanya bisa bersyukur. Ia dan keluarganya selamat dari amukan tsunami yang terjadi Senin (17/7) sore. Sebuah mushalla yang persis terletak di depan rumahnya menjadi tempat berlindung yang aman ketika badai menyapu kampung halamannya. Mushalla itu menjadi satu-satunya bangunan yang tidak rusak sama sekali, padahal kampung halamannya yang terletak sekitar 30 meter dari bibir pantai itu luluh lantah oleh gelombang pasang tersebut. "Alhamdulillah kami selamat, semata-mata karena pertolongan Tuhan dengan perantaraan mushalla ini," kata Madhusni kepada ANTARA News di Kampung Golempang RT02/RW01 Desa Ciliang, Kecamatan Parigi, Kabupaten Ciamis yang masih termasuk dalam kawasan wisata Pantai Pangandaran, Selasa. Madhusni menjelaskan, beberapa saat sebelum terjadinya bencana tsunami, ia mendengar suara gelombang ombak bergemuruh. Dengan serta merta ia kemudian memaksa istrinya, Saniyem (60) serta anaknya, Utis (30), menantunya, Yoga (36) serta cucunya, Ita (10) dan Dila (2) untuk naik ke lantai dua Mushalla. Mushalla yang terletak di depan rumahnya itu sendiri merupakan bangunan permanen yang berlantai dua. Lantai bawah adalah kamar mandi dan kamar kecil untuk para pengunjung daerah wisata itu, dan lantai atas untuk tempat shalat. "Saya memaksa keluarga saya untuk naik ke lantai dua. Kemudian kami mengumandangkan adzan berulang-ulang dalam waktu sekitar dua puluh menit hingga air kembali surut," kata Madhusni yang sehari-hari mendapatkan penghasilan dari penyewaan kamar kecil bagi wisatawan yang berganti pakaian di tepi pantai wisata Batu Hiu itu. Kakek dua cucu itu kemudian mengaku sangat terkejut ketika memandang keluar jendela Mushalla, beberapa saat setelah air surut. Tempat tinggalnya serta rumah para tetangganya yang seluruhnya berjumlah 32 rumah di kampung Golempang itu sudah hancur dan rata dengan tanah, padahal sebagian besar adalah rumah permanen. "Tidak ada lagi barang berharga yang tersisa, dan saya pun dari kemarin hanya memakai kaus dan kolor ini saja, sementara bantuan pakaian sampai hari ini belum ada. Tapi saya bersyukur keluarga saya semuanya selamat," katanya. Ia juga menjelaskan, sebanyak sembilan orang tetangganya meninggal dunia akibat diterjang tsunami, dan empat orang lainnya masih belum ditemukan. "Yang belum ditemukan itu adalah Pak Edi serta istri dan dua anaknya. Saat terjadinya tsunami, mereka sedang memancing di Karang Tirta," tuturnya sambil menambahkan bahwa korban terakhir yang dimakamkan di kampungnya adalah Ny Karni (50) beserta cucunya, Erni (1,5).(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006